I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Anak usia dini adalah
individu yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Usia dini
merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Usia dini ini disebut sebagai usia emas (golden age). Hal ini tersebut
dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini bergerak cepat dan
merupakan dasar bagi perkembangan tahap selanjutnya (Depdiknas, USPN, 2004:4).
Usia keemasan bagi anak
ditandai dengan munculnya masa peka terhadap sejumlah aspek, selain itu
perkembangan ini anak ditandai dengan berbagai bentuk kreativitas dalam bermain
yang muncul dari daya imajinasi anak. Periode ini merupakan masa yang penting
bagi keberlangsungan perkembangan anak di masa datang. Berhasil atau gagalnya
anak dalam menjalani periode tersebut akan menentukan proses selanjutnya. Jika
anak berhasil maka anak akan diramalkan tidak akan mengalami hambatan yang
berarti dalam dirinya kelak, namun bila gagal atau terlambat melewati masa-masa
tersebut dikhawatirkan akan terjadi ketidakharmonisan didalam perkembangannya.
Sebagai implikasinya, untuk membantu anak dalam mencapai keberhasilan
perkembangannya maka perlu kiranya adanya suatu program stimulasi untuk
mengembangkan potensi anak usia emas ini.
Pada masa usia dini,
anak memiliki berbagai macam aspek perkembangan yang penting untuk dikembangkan
saat proses belajar anak. Salah satu aspek yang ingin dibahas kali ini adalah
aspek sosial-emosional anak yang berhubungan denan permasalahan anak yang akan
penulis bahas pada makalah ini.
Peran dan tanggung
jawab seorang pendidik bukan hanya sekedar menyampaikan materi didalam aktivitas
belajar di kelas sesuai dengan kurikulum yang berlaku, namun pendidik
mengembang tugas terhadap perkembangan peserta didik, baik perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tidak semua peserta didik mampu berkembang
sesuai dengan fase perkembangannya dengan baik tanpa adanya masalah yang mampu
mempengaruhi perkembangannya. Maka dari itulah dengan adanya kajian ini penulis
berharap pendidik mampu berperan dengan baik dalam menjalankan tugasnya sebagai
guru. Mencerdaskan anak bangsa dan mendidik serta membimbing anak bangsa kepada
perilaku yang arif dan bijaksana.
Ada kasus pada lembaga
sekolah penulis dimana terdapat seorang murid yang sulit untuk memusatkan
perhatiannya saat proses belajar dikelas. Murid ini memiliki rentang fokus
lebih singkat daripada teman-temannya yang lain. Ia lebih senang melamun dan
memperhatikan teman atau sekitarnya. Jika ditegur atau dipanggil gurunya, murid
ini cuma menatap gurunya seperti tatapan kosong. Bahkan saat guru menjelaskan,
anak ini malah suka melamun dan terkadang menatap temannya dengan tatapan tajam
dan mulut sedikit terbuka (jawa : ndomblong). Namun anak ini bisa diajak
komunikasi, bermain bahkan bercanda oleh guru dan teman-temannya disaat
istirahat, bahkan mengenal huruf-huruf dan angka.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan diatas, maka terdapat rumusan masalah yaitu :
“Bagaimana cara menangani anak yang sering melamun”.
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara menangani murid yang sering
melamun.
II.
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Melamun
Menurut (http://id.wikipedia.org/wiki/Melamun), melamun adalah kondisi sesaat terputusnya pikiran
seseorang dengan lingkungan sekitarnya, dimana kontak seseorang menjadi kabur
dan sebagian digantikan oleh kayalan visual, khususnya tentang hal-hal yang
menyenangkan, harapan atau ambisi, dan dialami dalam kondisi terjaga.
Salah satu penyebab
anak suka melamun adalah ketidakseimbangan otak. Hal ini seperti yang diungkap
Paul Mclain dalam teorinya mengenai konsep otak dinamis (dynamic brain).
Menurutnya, otak dapat menjadi tidak seimbang lantaran 2 hal, bisa penyebab
fisik maupun psikologis:
*
Faktor Fisik
Ketidakseimbangan otak
terjadi karena secara metabolisme, organ tersebut memang sedang terganggu.
Misal, karena asupan nutrisi anak memang tidak baik dan membuat kerja otaknya
tak maksimal. Kekurangan cairan (kurang minum air putih) juga akan membuatnya
kerap terlihat "bengong." Ini bisa dipahami mengingat 75% tubuh
manusia terdiri dari cairan yang 25%-nya berada di otak.
Kelebihan suatu nutrisi (kebanyakan
makanan yang mengandung gula) bisa juga membuat otak tidak seimbang. Jadi dapat
dibayangkan, pada kondisi kekurangan atau kelebihan salah satu zat gizi saja,
sudah dapat memengaruhi otak, apalagi pada kasus anak yang mengalami
ketidakseimbangan gizi yang parah.
Faktor fisik lain yang
dapat menjadi "biang keladi" ketidakseimbangan otak adalah kurangnya
anak bergerak. Ia lebih sering menghabiskan waktu di depan teve, ketimbang
berlari-larian di luar rumah, contoh. Padahal tubuh harus cukup bergerak dan
digerakkan. Banyak diam akan membuat otak jadi tidak seimbang lantaran tidak
terstimulasi dengan baik.
Aneka permainan outdoor
dipercaya dapat merangsang gerak motorik supaya otak anak terstimulasi dengan
baik. Demi mempererat hubungan orangtua dengan anak, aktivitas fisik yang
disarankan dilakukan intens setiap hari ini akan sangat baik jika dilakukan
bersama-sama sekeluarga.
*
Faktor Psikologis
Dari sisi psikologis
biasanya stres adalah penyebab utama ketidakseimbangan otak. Tekanan stres
berbeda-beda, dari ringan, sedang, hingga berat. Sama halnya dengan daya tahan
anak kala menghadapi stres yang berbeda-beda, ada yang lemah, ada pula yang
tangguh.
Pemicu stres pada usia
ini umumnya adalah rasa kesal atau takut setelah dimarahi, punya keinginan
tidak terkabulkan, melihat pertengkaran orangtua, kerap ditinggal orangtua
bekerja, dimusuhi teman, tuntutan sekolah atau orangtua yang memaksakan anak
untuk berprestasi, dan lainnya. Tekanan-tekanan inilah yang kerap menjadi beban
pikiran anak sehingga ia bisa termenung dan melamun di tengah aktivitas. (http://m.tribunnews.com/kesehatan/2012/12/11/anak-sering-melamun).
2.2. Kategori Melamun
Menurut
Elizabeth Hurlock (1990 : 18), mengkategorikan melamun menjadi tiga kategori,
yaitu :
1.
Kategori Melamun Menjadi Pahlawan
Penakluk.
Anak melihat dirinya seperti yang diinginkannya
dalam kehidupan nyata, misalnya menjadi koboi, penari balet, ratu kecantikan
atau juara atletik. Para pelamun selamanya merupakan tokoh utama dan semua
tokoh lainnya mengaguminya
2.
Melamun Menjadi Pahlawan Yang Menderita
Anak memandang dirinya sebagai korban yang
disalpahami dan diperlakukan tidak baik oleh orang tua, guru, saudara kandung,
teman sebaya, atau masyarakat umumnya. Akhirnya, pelamun menjadi pahlawan dan
mereka yang pernah memperlakukannya dengan buruk menyesal dan berusaha
semaksimal mungkin memberi kompensasi untuk melenyapkan penderitaan fisik dan
mental yang ditimbulkan oleh perlakuan buruk mereka.
3.
Melamun Menderita Penyakit Atau Gangguan
Imajiner
Anak memandang dirinya sebagai penderita gangguan
fisik yang mengahalanginya untuk melakukan apa hal-hal yang dilakukan anak lain
seusianya. Jadi melamun menderita gangguan imajiner merupakan bentuk melamun
sebagai pahlawan yang menderita. Bila lamunan ini sangat hidup, anak itu merasa
yakin bahwa ia sakit atau menderita gangguan fisik, misalnya ketidakmampuan
untuk lari atau menggunakan salah satu atau kedua belah tangan.
2.3. Kriteria Tingkatan Melamun
Menurut Elizabeth
Hurlock (1990 : 30), melamun merupakan salah satu bentuk kreativitas yang
potensial paling berbahaya karena melamun mudah sekali menjadi cara untuk
menghindar dari kenyataan yang tidak menyenangkan.. kebiasaan melamun untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan dan untuk memuaskan hati sangat
membahayakan penyesuaian pribadi dan social. Namun, hal ini tidak berarti bahwa
semua lamunan berbahaya. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa terlalu sedikit
melamun hamper sama berbahaya bagi penyesuaian yang baik seperti melamun
berlebihan.
Sebagai petunjuk
praktis, terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
anak melamun secara berlebihan.
1. Dengan
mengamati perilaku dan sikap anak; jika mereka,bila mereka sendiri, biasanya
menghabiskan waktu mereka dengan sendiri, biasanya menghabiskan waktu mereka
dengan bermain sendiri, misalnya melakukan sesuatu yang konstruktif, ini tidak
menunjukkan keterikatan pada melamun yang tidak sehat. Sebaliknya, jika anak
terbiasa menghabiskan berjam-jam menyendiri, tanpa melakukan apapun, dengan
pandangan kosong, dan sangat berbuat demikian, sudah dapat dipastikan bahwa
melamun telah mencapai tingkat yang tidak sehat.
2. Tentang
tidak sehat atau tidaknya melamun itu – yaitu jenis lamunan yang mendominasi.
Walaupun semua anak pada satu atau lain saat melamunkan segala macam lamunan,
mereka yang terlalu terikat pada lamunan kategori pahlawan yang menderita atau
bercacat imajiner akan saling terganggu secara psikologis. Anak akan lebih
mempunyai penyesuaian social dan pribadi yang lebih baik, apabila lamunan
membantu mereka memperoleh keyakinan dan kepercayaan diri. Hal ini tidak
tercapai jika lamunan itu memperbesar perasaan bahwa mereka rendah diri dan
tidak mampu, seperti yang terjadi jika lamunan mereka didominasi oleh kategori
pahlawan yang menderita atau bercacat imajiner.
2.4.
Manfaat
Dan Bahaya Melamun
Menurut Anomin (2014),
manfaat memiliki manfaat bagi anak ,yaitu
1)
Pemenuhan sementara dari keinginan yang tidak bisa
dicapai anak. Misalnya, ia dilarang main basket pada hari itu. Melalui melamun,
ia seolah sedang bermain basket di lapangan.
2)
Sumber kesenangan anak, khususnya saat tidak
bahagia dengan kehidupan nyata, Ya, melamun bisa menjadi salah satu cara untuk
mengurangi stres, sebab biasanya segala sesuatunya benar-benar terlihat indah
dan menyenangkan hati dalam lamunan.
3)
Memiliki ketertarikan dan menemukan keasyikan
tersendiri yang tidak ditemukan di dunia nyata. Misalnya, ia membayangkan pergi
ke Eropa bersama seluruh keluarga, serta melihat menara Eiffel, London Eye,
Museum Van Gogh, dll.
4)
Media untuk pencurahan beban emosi (katarsis) bagi
anak. Misalnya, si kecil yang takut tampil di depan banyak orang akan melamun
berani tampil di depan mereka. Jadi, ia seolah melakukan ‘latihan’ sebelum
benar-benar mempraktekkan nantinya.
5)
Merangsang kreativitas. Lewat lamunan, tidak jarang
anak memperoleh ide-ide brilian.
Misalnya, gambar, tulisan, dll. (http://www.parenting.co.id/article/usia.sekolah/anak.gemar.melamun.ada.manfaatnya/001/004/523).
1) Pikiran
jadi monoton. Melamun itu sangat tidak disarankan bila sering dilakukan. Kita
akan merasa hidup di dua dunia, dunia sekarang dan dunia masa lalu. Bila masa
lalu kita pikirkan sekarang, tentu saja sudah tidak berlaku. Dunia berkembang
sedemikian cepatnya dan tidak ada gunanya kalau kita selalu melihat ke
belakang.
2) Melamun
bikin malas. Bila orang asyik dengan lamunannya, maka
akan membuatnya malas. Pikiran tentang apa pun hanya sebatas dalam pikiran
saja. Melamun itu membuat kita jadi malas berproses dan berusaha, terlalu
banyak pertimbangan di pikiran sehingga hidup kita akan di situ-situ saja,
tidak ada kemajuan.
3) Pikiran
jadi picik, ini kalau yang dilamunkan hal-hal yang jorok. Tidak ada pikiran
lain, cuma itu-itu saja di dalam pikiran. Akhirnya, jadi orang dengan kepribadian yang tidak berguna karena tidak ada sumbangsih yang baik untuk dirinya,
apalagi buat orang lain.
2.5.
Solusi
Mengurangi Melamun
Anak yang melamun belum
tentu mempunyai masalah dalam perkembangan pribadi dan sosialnya. Akan tetapi,
anak yang melamun secara berlebihan dan menjadi kebiasaan harus mendapat
penanganan dan bimbingan. Seperti yang tersadur dalam http://intisari-online.com/mobile/read/ini-cara-untuk-menangani-anak-yang-gemar-melamun
, berikut ini adalah beberapa langkah untuk menangani anak yang gemar melamun
seperti ditulis di dalam buku “Jangan Biarkan Anak Kita Bereaksi Menarik Diri”
karya Rini Utami Aziz.
- Mengajak bicara anak
- Lebih
sering mengajak bicara anak dengan cerita-cerita ringan dan berdialog dengan
anak. Akan lebih berhasil jika anak mau menceritakan lamunannya dan
diskusikan lamunan anak tadi. Dasar melamun yang berlebihan adalah tidak
terpuaskannya kebutuhan emosi anak dan kurangnya perhatian atau kesepian.
Orangtua yang tidak dapat mengadakan hubungan emosi yang hangat dengan
anak sehingga anak tidak mendapatkan bantuan emosional dapat juga
mengakibatkan anak sering berfantasi.
3. Ajak
teman-temannya. Ikut sertakan teman-temannya untuk mengajak bermain atau
berdiskusi dengannya.
4. Dekatkan
pada teman-temannya. Dekatkan anak dengan temannya, paling tidak satu teman
khusus yang dapat mengajaknya bicara.
5. Jangan memvonis. Jangan pernah secara langsung
memvonis anak tentang lamunannya apalagi sampai menertawakannya.
6. Beri
anak kesibukan. Berikan kesibukan yang ia sukai. Jika anak suka menggambar atau
mewarnai, ajaklah mereka untuk menggambar dan mewarnai. Kemudian ajaklah anak
untuk bercerita tentang hasilnya.
III.
ANALISIS
PERMASALAHAN
3.1.
Identitas
Anak
Nama
: Aulia Syahfitriah
Nama Panggilan
: Lia
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal
lahir : Surabaya, 6-Desember-2009
Agama
: Islam
Tinggal bersama
: Orang tua/Wali
Posisi Anak
: Anak Pertama dari 2
bersaudara
3.2.
Kondisi
Fisik dan Kesehatan
Berat Badan : 21 Kg
Tinggi Badan : 109 Cm
Kondisi fisik : sehat
Kebiasaan Anak :
Tidak bisa fokus saat proses belajar atau bermain,
suka melamun memperhatikan teman dan lingkungan sekitarnya, saat masuk kelas
selalu diam dan memperhatikan sekelilingnya dahulu. Namun anak ini bisa diajak
berkomunikasi dan bermain dan bersosialisasi dengan temannya. Jika mengerjakan
sesuatu tidak pernah sampai tuntas sukanya memperhatikan temannya tetapi Lia
dapat mengenal huruf dan lambing bilangan. Lia juga bisa berinteraksi oleh
gurunya bahkan terkesan manja.
3.3 Sintesis
Berdasarkan profil yang
diatas dapat disimpulkan bahwa Lia berada dilingkungan keluarga yang memiliki
kesibukan yang tinggi. Waktu bertemu dengan orang tuanya hanya saat sore/malam
hari. Dan ketika kedua orangtunya sibuk bekerja Lia diasuh oleh kakek dan neneknya.
Hal tersebut yang membuat intensitas kebersamaan Lia dan kedua orang tuanya
sanggat singkat bahkan kurang. Selain itu Lia juga memiliki adik, sehingga
kasih saying orang tuanya juga terbagi dengan adiknya. Jadi ketika disekolah Lia
melampiaskan perasaan kurang kasih sayang yang dialaminya.
3.4. Diagnosis
Dengan melihat hasil
analisis dan profil anak bisa diambil kesimpulan penyebab utama perilaku buruk
Lia adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, dan kakek neneknya. Dengan
kedua orang tua yang sibuk bekerja sehingga waktu kebersamaan Lia dan kedua
orang tuanya sangat berkurang, hal ini dapat menyebabkan Lia kurang mendapatkan
perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya. Telepati anatara ibu dan anak
pun tidak terjalin dengan baik sehingga ibu Lia tidak begitu paham dengan apa
yang diinginkan oleh anaknya. Pola asuh kedua orang tua Lia ini adalah pola
asuh permisif.
Adanya pola asuh yang
berbeda saat Lia berada dirumah kakeknya juga memberikan dampak negatif bagi
pola tingkah laku Lia, ketika diasuh kakeknya, Lia tidak diperbolehkan untuk
bermain diluar rumah bersama teman-teman sebayanya dikarenakan sang kakek dan
neneknya tidak kuat menemaninya bermain selain itu khawatir jika Lia
terpengaruh dengan perilaku anak-anak yang lain yang dianggapnya negatif. Pola
asuh seperti ini termasuk dalam pola asuh Appeasers. Kesepian dan ketidak
puasan Lia inilah yang memicu sikap hyperaktif di sekolahnya, ia ingin selalu
mencari perhatian agar orang disekelilingnya dapat memperhatikannya lebih dari
anak-anak yang lain.
3.5.
Pragnosis
Langkah awal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi sikap hyperaktif Lia adalah diawali dengan
pendekatan yang dilakukan oleh orang tua Lia. Orang tua Lia diharapkan dapat
lebih memperhatikan Lia ketika dirumah
dan memberi waktu untuk bersama Lia lebih lama. Menyamakan pola asuh antara
orang tua dan pengasuh Rayyan dapat mengurangi kebiasaan melamunnya. Lalu
langkah awal yang dapat dilakukan disekolah adalah dengan mendekati Lia dan
berusaha membuatnya nyaman berada didekat lingkungan sekolahnya. Dengan
demikian kita dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Lia.
3.6.
Treatment/Penanganan
Pada kasus yang dialami
Lia, penulis mencoba memberikan treatmen/penanganan menggunakan terapi perilaku
ini untuk mengurangi masalah Lia. Pada awalnya sanggat sulit untuk mendekati Lia,
karena ketika masuk sekolah / kelas anaknya selalu suka melamun (bengong),
hanya mamanya saja yang pertama kali bisa merayunya untuk bisa masuk kelas.
Namun dengan mencoba berinteraksi dan mengikuti Lia bermain, sedikit-demi
sedikit Lia bisa terbuka dan berinteraksi kepada penulis. Hal pertama yang
penulis lakukan adalah memberikan Lia kasih sayang seperti yang ia butuhkan, semisal
: mendampingi dan duduk dengannya (kebetulan penulis bukan pengajar dikelasnya,
jadi bisa mendampingi) dan menghadapi Lia dengan kesabaran. Ada beberapa
strategi yang dapat membantu menumbuhkan perilaku baik pada Lia jika
dijalankan secara konsisten dan kesabaran tingkat tinggi :
1. Puji
perilaku baik Lia (bisa berupa pujian, pelukan, senyuman dll).
2. Jangan
merasa kesal atau marah jika Lia tidak dapat berinteraksi (karena sebenarnya Lia cerewet jadi perlu
pancingan untuk mengobrol) saat mendapati Lia tengah melamun karena itu bisa
menambah buruk perilakunya.
3. Gunakan
perintah, petunjuk, penjelasan singkat (misalnya: tolong duduk, mewarnai, dll)
dan bukan bertanya (misalnya: kenapa kamu tidak duduk, mewarnai ?, dll) dan
secara spesifik (misalnya: kamu perlu duduk di kursi saat sedang belajar
dikelas, mewarnai, dll).
4. Gunakan hadiah
sebagai bentuk kerja kerasnya (misalnya, arahkan Lia untuk melakukan
pekerjaannya dengan terus mendampinginya, dan berikan arahan untuk
menyelesaikan tugasnya dulu setelah itu ia boleh melakukan apa saja).
5. Tetapkan
aturan dasar, reward dan konsekuensi sebelum aktivitas (misalnya
sebelum makan siang, arahkan Rayyan untuk mengikuti arahan guru dengan
pelan dan nada suara yang lembut agar tidak terkesan memerintah, jelaskan
reward dan konsekuensinya dan terapkan keduanya dengan konsisten).
6. Biasakan
keteraturan dan kerapian (siapkan wadah berlabel untuk masing-masing barang,
ajari Lia untuk meletakkan barang-barang sesuai labelnya dengan
metode bermain).
7. Mengurangi
distraksi (belajar di meja yang rapi/ tidak penuh dengan barang lain, bersih
dari mainan dan matikan TV/radio).
8. Batasi
pilihan (untuk mencegah kebingunan, batasi pilihan ke Rayyan menjadi
dua saja, misalnya pilihan makanan, pakaian, hadiah dll.)
9. Bantu
anak menemukan bakatnya (setiap anak perlu mempunyai perasaan sukses
untuk membangun harga diri dan pengembangan keahlian sosialnya, temukan dan
dukung setiap pencapaian bakat Lia, baik itu olah raga, seni, informasi
teknologi dll). Dalam hal ini Lia sangat senang menari, dan fashion
(pentas dipanggung).
Dengan beberapa
bimbingan konseling yang Penulis lakukan kepada Lia selama kurang dari 3 bulan.
Mengajaknya ikut pentas di Panggung gembira TRS dan siaran di RRI, Alhamdulillah
Lia sudah mulai berkurang melamunnya,
perkembangan sosial Lia juga tambah berkembang dengan baik. Namun ketika
tidak ada penulis dan tidak ada yang mebimbingnya, Lia kembali seperti itu saat
gurunya sibuk dengan aktivitas murid yang lain. Hal ini meberikan suatu fakta
bahwa, bimbingan ini tidak bisa diterapkan oleh 1 orang saja namun juga semua
orang yang berada disekeliling Lia juga harus turut berperan dalam proses
penanganan Lia.
IV.
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Melamun adalah
kondisi sesaat terputusnya pikiran seseorang dengan lingkungan sekitarnya,
dimana kontak seseorang menjadi kabur dan sebagian digantikan oleh kayalan
visual, khususnya tentang hal-hal yang menyenangkan, harapan atau ambisi, dan
dialami dalam kondisi terjaga.
Salah satu penyebab
anak suka melamun adalah ketidakseimbangan otak. Hal ini seperti yang diungkap
Paul Mclain dalam teorinya mengenai konsep otak dinamis (dynamic brain).
Menurutnya, otak dapat menjadi tidak seimbang lantaran 2 hal, bisa penyebab
fisik maupun psikologis.
Ada tiga kategori
melamun, yaitu Kategori Melamun Menjadi Pahlawan Penakluk, Melamun Menjadi
Pahlawan Yang Menderita, dan Melamun Menderita Penyakit Atau Gangguan Imajiner.
Sebagai petunjuk praktis, terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah anak melamun secara berlebihan, yaitu Dengan mengamati
perilaku dan sikap anak saat bermain, bermain sendiri atau dengan
teman-temannya, dan Tentang tidak sehat atau tidaknya melamun itu – yaitu jenis
lamunan yang mendominasi.
Manfaat memiliki
manfaat bagi anak ,yaitu Pemenuhan sementara dari keinginan yang tidak bisa
dicapai anak, Sumber kesenangan anak, khususnya saat tidak bahagia dengan
kehidupan nyata, Memiliki ketertarikan dan menemukan keasyikan tersendiri yang
tidak ditemukan di dunia nyata, Media untuk pencurahan beban emosi (katarsis)
bagi anak, Merangsang kreativitas.
Jika melamun memiliki
manfaat, maka bahayanya melamun adalah Pikiran jadi monoton, Melamun bikin malas, Pikiran
jadi picik, ini kalau yang dilamunkan hal-hal yang jorok.
4.2 Saran
Ø Orang
tua sebaiknya tidak hanya konsentrasi dalam pekerjaannya tapi juga tetap
memperhatikan kesehatan dan permasalahan yang dihadapi oleh anak.
Ø Orang
tua sebaiknya lebih meningkatkan intensitas waktu berada didekat anak dari pada
pekerjaan karena hal ini data mempererat hubungan keakraban dengan anak.
Ø Pola
asuh sebaiknya disamakan antara dirumah dan diluar rumah (sekolah) agar
mengurangi tingkat stress dan perilaku buruk anak.
Ø Mengembangkan
bakat anak untuk mengalihkan perhatian melamunnya.
Ø Orang
tua dan guru bekerjasama apabila anak Lia mulai melamun segera ditegur dan
diajak komunikasi