BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa
ini sering kita lihat banyak anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.Pada
dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan
renadah saj, tetapi juga dialami oleh siswa berkampuan tinggi. selain itu,
kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkampuan rata –rata (
normal ) disebabkan oleh faktor –faktor tertentu yang menghambat tercapainya
kinerja akademik sesuai dengan harapan.Dalam referensi lain juga dijelaskan
mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi
proses belajar yang ditandai hambatan –hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar.
Kesulitan
belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah
(kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan oelh faktor –faktor non
–intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan
belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap
anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah –masalah yang berhubungan
dengan kesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya
tampak jelas dari nenurunya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan
belajar juga dapat dibuktikan denga munculnya kelainan prilaku (Misbehavior)
siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, megusik teman, berkelahi,
sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah.Menurut para ahli
pendidikan, hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik dipengaruhi oleh
dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri peserta didik itu
sendiri yang disebut faktor internal, dan yang terdapat diluar diri peserta
didik yang disebut dengan eksternal.
Jaman
dahulu, anak tak bisa membaca adalah anak bodoh. Plain stupid.
Jaman dulu anak yang suka berhayal adalah anak ngawur. Hari ini
manusia kian pandai memilah mana yang bodoh karena tak belajar, atau pintar
tapi tak bisa mengungkapkan secara verbal ataupun lisan.
Namun ada
kalanya kita menemukan gejala “disleksia”, istilah dari ketidakmampuan
membaca, dalam diri anak. Misal Anak tersebut sering “membaca” buku dalam waktu
lama, tapi tidak membaca huruf. Hanya detail gambar hingga proses kerja dari
setiap aktor di gambar itu. Ia membaca “b” menjadi “d”, angka “2″ menjadi “5″
jika diurut bersama. Ia juga suka bingung antara kiri dan kanan. Ia bisa
mengeja semua huruf, tapi harus melihat posisi lidah, gigi dan bibir saya kita
mengucap suku kata seperti “ba” atau “da”. Sementara itu, daya rekam atas semua
detail peristiwa dan pengetahuan anak sangatlah tinggi.
1.2. Perumusan Masalah
Dari
latar Belakang yang ada dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa Pengertian Disleksia?
2.
Apa Gejala Disleksia?
3.
Bagaimana Cara Menangani masalah Disleksia?
1.3. Tujuan
Mengingat
berbagai macam kesulitan belajar yang dialami anak didik maka makalah ini
secara umum bertujuan untuk menganalisa Gejala kesulitan membaca (disleksia)
dan cara penanganannya. Secara khusus penulisan majalah ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui pengertian dan latar belakang terjadinya kesulitan belajar khususnya
disleksia
2.
Memberi informasi cara penanganan kesulitan membaca (disleksia)
3.
Menjelaskan peran penting orang tua terhadap perkembangan anaknya
1.4. Kajian Teori
Gangguan
yang menyebabkan masalah dalam berbicara, mendengarkan, membaca, menulis atau
kemampuan matematika, juga gangguan perkembangan spesifik. Kesulitan belajar
adalah gangguan dalam kemampuan belajar termasuk dalam hal berbicara,
mendengarkan, membaca, menulis, atau kemampuan matematika. Anak yang mengalami
kesulitan belajar terlihat dari kemampuan akademiknya satu atau dua tahun
dibawah dari anak seusianya dengan intelegensi normal. Sering kali kesulitan
belajar ini tampak bersamaan dengan kesulitan lain seperti ADHD
(Attention Deficit/hyperactivity disorder) yang disebabkan oleh ketidakteraturan
fungsi dari bagian tertentu pada otak. Hal ini disebabkan oleh faktor
keturunan.
Kesulitan belajar dihubungkan dengan disfungsi otak yang mempengaruhi kemampuan
dasar seperti kemampuan persepsi indra. Pada umumnya kesulitan belajar
dalam bidang akademik antara lain adalah :
1) Dyslexia
Biasa
disebut juga gangguan perkembangan membaca. Gejalanya antara lain:
· Kesulitan
mengenal kelompok huruf
· Kesulitan
menghubungkan antara huruf dengan bunyi
· Kesulitan
dalam membentuk sukukata
· Pembalikan
posisi huruf
· Kekacauan
dalam mengeja
· Keraguan
dalam mengucap kata
· Kurang
memahami arti kalimat
2) Dysgraphia
Biasa
disebut dengan gangguan/kesulitan menulis. Termasuk didalamnya :
· Kesulitan
membuat formasi huruf
· Menulis
keluar dari garis
· Pengulangan
dan penghilangan huruf
· Kesulitan
meletakkan tanda baca dan huruf besar
· Mirror
writing
· Macam-macam
masalah ejaan
3) Dyscalcula
Lebih
dikenal dengan kesulitan belajar matematika, biasanya muncul setelah kesulitan
belajar membaca dan menulis. Gejalanya adalah :
· Kesulitan
dalam menghitung
· Kesulitan
dalam membaca dan menulis angka
· Sukar
memahami konsep matematika dasar
· Tidak
menguasai pengukuran, pengelompokkan dan pola
Lalu ada
beberapa solusi untuk mengatasi hal tersebut, yaitu :
a)
Assesment
Assesment
terhadap kesulitan belajar dapat dilakukan oleh satu atau lebih dari para ahli,
misalnya psikolog, psikiater, dan neorolog. Penilaian yang dapat dilakukan
adalah melalui test IQ untuk mengetahui kemampuan verbal dan non verbal anak,
projective test untuk mengevaluasi tingkat emosional.
b)
Treatment
Pada
dasarnya treatment untuk anak kesulitan belajar adalah remedial education dan
psychotherapy. Keduanya dapat dilaksanakan secara bersamaan atau salah satu
mengikuti yang lain sesuai kebutuhan. Remedial sebaiknya dilaksanakan secara
individual dengan seorang tutor. Tujuannnya adalah mencari dan meruntuhkan
dinding penyebab kesulitan belajar.
Pada
dasarnya yang paling dibutuhkan oleh anak-anak berkesulitan belajar adalah
kasih sayang, pengertian dan kesabaran dari orang-orang disekitarnya, terutama
dari orang tua. Setelah itu barulah dapat dilakukan penanganan yang
tepat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian disleksia
Disleksia
berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “leksia” yang
berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah
kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini
Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan
neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat
atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua
macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired
dyslexia.
Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak
lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan
membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya
mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis,
dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang
disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata.
Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan. Dan acquired
dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri
membaca.
Sejumlah
ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau
informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan
kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti daya
ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu,
aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual
dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek
perkembangan.
Disleksia
adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu,
yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak
memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata, motivasi dan
kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.
Disleksia
biasanya terjadi pada anak-anak dengan daya penglihatan dan kecerdasan yang
normal. Anak-anak dengan dyslexia biasanya dapat berbicara
dengan normal, tetapi memiliki kesulitan dalam menginterpretasikan “spoken
language” dan tulisan.
Disleksia
cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.
Disleksia
terutama disebabkan oleh kelainan otak yang mempengaruhi proses pengolahan
bunyi dan bahasa yang diucapkan. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang
bisa mempengaruhi penguraian kata serta gangguan mengeja dan menulis.
2.2. Gejala Disleksia
Gejala
disleksia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi beberapa
gejala awal dapat mengidentifikasi masalah tersebut. Ketika anak mencapai usia
sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari masalah
tersebut.
2.2.1 Sebelum sekolah
Tanda dan
gejala anak yang mungkin berisiko disleksia antara lain:
·
Terlambat berbicara
·
Menambah kosa kata dengan lambat
·
Kesulitan “rhyming” (rima kata).
2.2.2 Usia sekolah
Ketika
anak di sekolah, gejala disleksia mungkin menjadi lebih terlihat, termasuk di
antaranya:
·
Membaca pada tingkat (level) di bawah apa yang
diharapan untuk usia anak
·
Bermasalah dalam memproses dan memahami sesuatu
yang anak dengar
·
Kesulitan dalam memahami secara utuh instruksi yang
cepat
·
Bermasalah dalam mengikuti instruksi lebih dari
satu dalam waktu yang bersamaan
·
Ketidakmampuan untuk mengucapkan pelafalan dari
kata-kata yang tidak familiar
·
Kesulitan melihat (dan pada saat tertentu
mendengar) persamaan dan perbedaan di dalam surat atau kata-kata.
·
Melihat surat/ kata-kata secara terbalik (b
untuk d atau “saw” untuk “was”)–walaupun melihat kata-kata atau surat secara
terbalik itu biasa untuk anak kecil, yang tidak mengalami disleksia, di bawah
umur 8 tahun. Anak yang mengalami disleksia akan terus melihat secar terbalik
setelah melewati umur tersebut.
·
Kesulitan mengeja
·
Sulit mempelajari bahasa asing
2.3. Penyebab dan Faktor Risiko
Ketidakmampuan
dalam belajar adalah kondisi yang memunculkan perbedaan antara kemampuan
seseorang dan performanya. Kebanyakan orang dengan disleksia memiliki tingkat
kecerdasan rata-rata atau di bawah rata-rata. Tetapi, tingkat (level) membaca
yang signifikan rendah dari yang diharapkan. Tipe lain lain ketidakmampuan
belajar termasuk sulitan berkonsentrasi, ketidakmampuan untuk tampil dengan
baik dalam menulis dan mengerjakan soal matematika.
2.4. Masalah penyandang
disleksia
Masalah
yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya
ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang disleksia juga
mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung tidak teratur.
Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah lainnya,
kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka, atau huruf,”
papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak.
Secara
lebih detail, penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah,seperti:
1.
Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan
sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan
membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata-kata yang
mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”.
Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan
proses pengolahan input di dalam otak.
2.
Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level
kecerdasan normal atau di atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan
mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan
memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku
yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi
tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3.
Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami
kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam
setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering
”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa
apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke
tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan
mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga
mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya
mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang
disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit
sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala
mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka
tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
4.
Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan
memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu
menyuruh anak untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci
kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi
jangan lupa bawa serta buku PR Matematikanya, ya”, maka kemungkinan besar anak
disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena
tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5.
Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan
dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka
menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak
disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata
bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia
dikenal susunan diterangkan–menerangkan (contoh: tas merah). Namun, dalam
bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red bag).
2.5. Identifikasi
Dyslexia
Identifikasi
dyslexia mungkin sangat sulit dilakukan sebagai orang tua atau guru di kelas.
Namun orang tua dan guru bisa melihat beberapa tanda dan gejala dyslexia, dan
bisa mencari pendapat dan evaluasi dari ahli profesional/terapis yang tepat.
Perhatikan
beberapa tanda berikut :
- Kesulitan mengasosiasikan
(menghubungkan arti) suatu huruf dengan bunyinya
- Terbalik dengan huruf (dia jadi
bia) atau kata (tik jadi kit)
- Kesulitan membaca kata tunggal
- Kesulitan mengeja kata tunggal
- Kesulitan mencatat huruf/kata dari
papan tulis atau buku
- Kesulitan mengerti apa yang mereka
dengar (auditory)
- Kesulitan mengatur tugas, material,
dan waktu
- Kesulitan mengingat isi materi baru
dan materi sejenisnya
- Kesulitan dengan tugas menulis
- Kesulitan pada kemampuan motorik
halus (misalnya memegang alat tulis, mengancing baju)
- Tidak terkoordinasi
- Masalah perilaku dan/atau tidak
suka membaca
Jika
seorang anak menunjukkan sejumlah tanda-tanda dyslexia, rujuklah anak kepada
lembaga pendidikan khusus atau ahli profesional yang terlatih dalam masalah
dyslexia, untuk melakukan evaluasi menyeluruh. (Catatan : daftar tanda-tanda di
atas tidak merupakan daftar mutlak tanda dan gejala dyslexia. Gunakanlah hanya
sebagai panduan umum, bukan sebagai dasar diagnosis. Tanyakanlah dulu kepada
ahli untuk rujukan selanjutnya)
Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu anak dyslexia?
Setelah anak dievaluasi, hasilnya akan menunjukkan dengan cara bagaimana anak bisa belajar paling baik. Ada anak yang belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori (mendengarkan), dan taktil (menyentuh/meraba). Menggunakan gaya belajar yang sesuai untuk tiap anak sangat penting supaya mereka bisa belajar lebih baik. Berikut adalah contoh cara belajar untuk masing-masing type anak (saran-saran ini bersifat umum dan tidak harus digunakan secara mutlak pada tiap anak)
Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu anak dyslexia?
Setelah anak dievaluasi, hasilnya akan menunjukkan dengan cara bagaimana anak bisa belajar paling baik. Ada anak yang belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori (mendengarkan), dan taktil (menyentuh/meraba). Menggunakan gaya belajar yang sesuai untuk tiap anak sangat penting supaya mereka bisa belajar lebih baik. Berikut adalah contoh cara belajar untuk masing-masing type anak (saran-saran ini bersifat umum dan tidak harus digunakan secara mutlak pada tiap anak)
Visual (penglihatan)
Anak
belajar paling baik dengan cara melihat informasi. Karena itu, cara mulai yang
baik adalah dengan menggunakan kartu bergambar dengan kata-kata tertulis di
bawahnya (flash card). Pilihlah kata-kata yang sesuai dengan level belajar
anak. Selain itu, jika anak kesulitan dengan bunyi, tunjukkan di mana bunyi itu
dibuat di dalam mulut secara umum.
Contoh : tunjukkan huruf /t/ pada
kartu, lalu arahkan ke dalam mulut Anda. Buatlah bunyi /t/ dengan gerakan yang
berlebihan. Biarkan anak meniru tindakan Anda sambil melihat ke dalam cermin.
Tingkatkan dengan kombinasi suku kata 2 huruf (ta, ti) dan 3 huruf (tas, top),
dengan cara menyuarakan dan menulis. Bantulah juga dalam hal kemampuan
mengelompokkan dengan menggunakan gambar-gambar dan kata pada kalender harian.
Ulanglah kalender ini setiap hari, lalu tandai tugas-tugas yang sudah selesai.
Auditori (pendengaran)
Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa yang
diajarkan. Untuk anak yang kesulitan pada masalah bunyi, ajarkan sepasang kata
singkat dan mintalah anak untuk mengatakan kata mana yang betul (tas/das).
Juga, mintalah mereka menulis huruf, kata, atau kalimat sementara Anda
mengucapkannya, untuk melatih kemampuan menulis. Bantulah juga dalam hal
kemampuan mengelompokkan dengan memasang kalender “verbal” (diucapkan). Baca
dengan keras kepada anak jadwal hariannya dan bantulah dia mengatur tugas,
jadwal, dll.
Taktil (perabaan)
Anak-anak ini belajar paling baik dengan proses ‘menyentuh’. Ini adalah
anak-anak yang biasa terlihat memisahkan bagian suatu benda dan kemudian
menyatukannya kembali. Mereka belajar paling baik dengan melalui sentuhan,
sehingga sangatlah penting untuk memasukkan gaya belajar ini ke dalam
perintah-perintah Anda.
Contoh : Biarkan anak membuat
bentuk huruf dari tanah liat, untuk membentuk kata singkat. Ulanglah bunyi dari
tiap huruf sementara anak membuatnya. Selain itu, alat pengeja taktil juga
penting untuk pembelajar type ini. Alat ini meliputi huruf-huruf
bertekstur/guratan sehingga anak mendapat rabaan taktil sementara mengeja.
Bantulah mengelompokkan dengan mengkombinasikan proses belajar visual dan
taktil. Buat kalender dan tandai tiap tanggal penting dengan sticker
timbul/bertekstur. Setiap hari, ulanglah kalender ini bersama anak dan buatlah
ia menyentuh dan merasakan stiker tersebut. Kombinasi pembelajaran visual dan
taktil akan membantu daya ingat.
Contoh-contoh di atas adalah saran untuk mengajar anak dyslexia dengan memfokus
pada gaya belajar individual mereka. Ingatlah bahwa banyaknya waktu mengajar
mereka secara individu dan identifikasi dini terhadap kesulitan belajar ini,
akan membuat proses belajar lebih berhasil.
(search : http://angel-s-wing.blogspot.com, Mei 2009,
terkenang akan kedua mutiaraku, yang satunya baru bisa membaca ketika duduk di
kelas V SD, dan satunya lagi bisa membaca di kelas II SD, ini akibat trauma
kepala ketika masih kecil/bayi, “love u forever my daughter”, terimakasih
kepada guru2 mereka yang dengan sabar membimbing mereka, walau terkadang dibarengi
dengan linangan air mata)
2.6.
Penanganan
Anak
dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan pengobatan untuk
disleksia sering melibatkan program pendidikan multisensor. Dukungan moril dari
orang tua juga menjadi bagian yang penting.
Pengobatan
yang terbaik adalah instruksi langsung, yang menggabungkan
pendekatan multisensorik.
Jenis
pengobatan ini terdiri dari pengajaran suara dengan berbagai isyarat, biasanya
terpisah dan (jika memungkinkan) merupakan bagian dari program membaca.
Instruksi tidak langsung juga bisa diterapkan.
Biasanya terdiri dari pelatihan untuk mengucapkan kata atau pemahaman membaca.
Anak diajari bagaimana caranya untuk mengolah bunyi dengan mencampur bunyi
untuk membentuk kata, dengan memisahkan kata ke dalam huruf dan dengan
mengenali posisi bunyi dalam kata. (misalnya dalam mengenali bagian-bagian atau
pola dan membedakan berbagai jenis suara) atau masalah dengan ingatan,
percakapan, pemikiran serta pendengaran.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
Pembahasan yang ada dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.
Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa
tertentu, yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca
meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata, motivasi
dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang
normal.
2. Gejala
disleksia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi beberapa
gejala awal dapat mengidentifikasi masalah tersebut. Ketika anak mencapai usia
sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari masalah
tersebut.
3. Anak
dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan pengobatan untuk
disleksia sering melibatkan program pendidikan multisensor. Dukungan moril dari
orang tua juga menjadi bagian yang penting.
Pengobatan
yang terbaik adalah instruksi langsung, yang menggabungkan
pendekatan multisensorik.
Jenis
pengobatan ini terdiri dari pengajaran suara dengan berbagai isyarat, biasanya
terpisah dan (jika memungkinkan) merupakan bagian dari program membaca.
3.2 Saran
Dari
seluruh faktor yang menyebabkan terjadinya disleksia atau kesulitan membaca
yang palin penting dalam menangani masalah ini adalah dukungan dari orang-orang
sekitar penderita masalah ini terutama olahraga. Setiap masalah yang terjadi
bukan tidak mungkin bisa disembuhkan asalkan ada kemauan yang keras. Para penderita
Disleksia atau penderita kesulitan belajar yang lainnya memilki kekurangan
dalam belajar tapi bukan berarti mereka bodh oleh karena itu kita tidak boleh
membeda-bedakan tapi kita harus memberi motivasi. Sebagai Seorang guru seharusnya
bisa mengenali dan mengidentifikasi karakteristik kemampuan murid-muridnya.
Inilah kewajiban seorang guru sekaligus faktor kedua yang dapat menentukan
keberhasilan penanganan maalah belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar