Senin, 23 Maret 2015

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI PAUD (PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA PADA ANAK KELOMPOK B TK. YP. WONOKITRI SURABAYA)

PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA  PADA ANAK
KELOMPOK B TK. YP. WONOKITRI SURABAYA



SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Anak Usia Dini


LOGO


Oleh :

YUDHA ENISA






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SURABAYA
2015













I.                   PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada dijalur pendidikan sekolah. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan, jasmani dan rohani anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Adapun yang memnjadi tujuan program kegiatan belajar anak taman kanak-kanak adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Masa anak-anak adalah masa bermain, oleh sebab itu kegiatan pendidikan di taman kanak-kanak diberikan melalui bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain.
Menurut Drs. Sudarna (2014 : 3), Howard Gerdner mengidentifikasikan kecerdasan menjadi tujuah macam yaitu Linguistik (berkaitan dengan bahasa), Logid-matematis, Spacial (Ruang dan Gambar), Musikal (musik, irama, dan bunyi/suara,), Interpersonal (antar pribadi, sosial), Intrapersonal (hal-hal yang sangat mempribadi). Kecerdasan Linguistik biasanya diungkapkan dalam bentuk kata-kata. Mereka yang memiliki kecerdasan ini gemar membaca dan menulis serta mampu mengolah kata secara tulisan maupun lisan.
Perkembangan tuntutan masyarakat dan diri anak sendiri untuk bisa menghadapi tantangan dunia modern maupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta tuntutan membuat anak cerdas terutama kemampuan berbahasa anak kelompok B (usia 5 – 6 tahun) anak siap memasuki jenjang sekolah dasar membuat para lembaga penyelenggara pendidikan di taman kanak – kanak berusaha untuk terus mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dan berorentasi pada anak.
            Anak yang cerdas adalah anak yang mampu mengungkapkan perasaannya, menyelesaikan masalahnya dengan cara berkomunikasi secara baik. Untuk merangsang kemahiran berbahasa anak, guru maupun orang tua perlu mendorong anaknya mengucapkan kata-kata secata benar. Guru juga bisa mendongeng dengan menggunakan buku bergambar. Pada lingkungan demikian, perbendaharaan kata-kata anak akan berkembang, anak akan mulai belajar menyatakan perasaan dan keinginannya melalui bahasa. Anak  berusaha menggunakan kata-kata sebagai alat berpikir.
Salah satu bentuk kecerdasan Linguistik adalah Keterampilan Bercerita. Nurgiyantoro (2001: 289) berpendapat bahwa bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Dengan bercerita, maka seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai macam perasaan sesuai dengan apa yang telah dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan keinginan membagikan pengalamannya. Dalam kenyataan pembelajaran bercerita, ketika guru menginstruksikan siswa untuk bercerita tidak ada satupun siswa yang secara sukarela dan berani tampil di depan kelas untuk bercerita. Mereka merasa malu, grogi, dan tidak percaya diri. Siswa justru saling tunjuk agar teman lainnya yang tampil untuk bercerita. Kedua, setelah guru menunjuk siswa lain untuk bercerita, terlihat masih banyak siswa yang tidak lancar dan mengalami kesulitan dalam bercerita. Katakata atau ucapan yang disampaikan terputus-putus dan tidak jelas. Ketiga, siswa yang tidak tampil terlihat tidak memperhatikan dan kurang berminat menyimak cerita temannya. Keempat, pada akhir kegiatan pembelajaran pada saat guru menanyakan kesulitan yang dirasakan siswa, jawaban siswa menunjukkan bahwa mereka masih banyak bingung.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa, guru dapat menerapkan beberapa media pembelajaran bercerita. Banyak media yang dapat digunakan oleh guru dalam upaya meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Salah satu media pembelajaran bahasa yang digunakan dalam penelitian ini terutama dalam keterampilan bercerita adalah media gambar berseri. Media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Sadiman (2011: 29) mengartikan media gambar sebagai bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dapat dinikmati dimana-mana. Media gambar berseri adalah alat komunikasi berupa gambar yang berurutan atau bersambungan dan berhubungan satu sama lainnya.
Kemampuan berbahasa anak pada kelompok B ( usia 5 – 6 tahun ) di TK YP. Wonokitri Surabaya belum sesuai dengan yang diharapkan yaitu merangkai kata menjadi kalimat, bercerita, dan perbendaharaan kosa kata.
Anak mengalami kesulitan dalam merangkai suku kata menjadi kata, merangkai kata menjadi kalimat, mengingat kosakata yang baru, bercerita dengan kalimat sederhana secara urut. Hal ini dimungkinkan karena kegiatan belajar mengajar di TK YP. Wonokitri Surabaya masih bersifat konvensional walaupun sudah banyak tersedia media pembelajaran inovatif sehingga anak merasa bosan dan tidak mudah berkonsentrasi. Untuk itu perlu strategi dalam mengolah media pembelajaran melalui model pembelajaran dengan aktivitas bahasa, dengan demikian diharapkan  anak dapat lebih mudah menerima materi pembelajaran dengan perasaan senang, tanpa paksaan dan tidak melanggar prinsip dari psikologi perkembangan anak.
Pada dasarnya anak usia 5 – 6 tahun lebih mudah mempelajari hal - hal yang barsifat konkret baru kemudian bersifat abstrak, karenanya penggunaan media pembelajaran dan keikutsertaan anak secara langsung dalam setiap kegiatan untuk pengembangan kemampuan berbahasanya sangat berperan penting. Dengan penggunaan media pembelajaran dan keikutsertaan atau keterlibatan anak dalam aktifitas untuk memahami bahasa baik secara konkret ( menulis ) maupun abstrak ( merangkai suku kata menjadi kata, merangkai kata menjadi kalimat ) menjadi stimulan yang dapat memudahkan anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya.
Dengan latar balakang masalah tersebut diatas maka peneliti melaksanakan penelitian dengan judul “Penerapan Media Gambar Seri Dalam Meningkatkan Kemampuan Bercerita  Pada Anak Kelompok B Tk. Yp. Wonokitri Surabaya”.

1.2.            Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan dan penelitian masalah yang teridentikasi yaitu :
  1. Guru kurang menyediakan fasilitas pembelajaran yang berupa alat peraga.
  2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.
  3. Siswa kurang respon terhadap pertanyaan guru.
  4. Kepercayaan diri murid masih kurang.

1.3.            Batasan Masalah
Untuk menghindari pengembangan masalah yang terlalu luas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi yang berkaitan dengan penerapan media gambar seri dalam meningkatkan kemampuan bercerita  pada anak kelompok B TK. YP. Wonokitri surabaya

1.4.            Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah ada peningkatan Kemampuan bercerita anak dalam penerapan media gambar seri.



Permasalahan yang akan diteliti adalah :
  1. Bagaimana aktivitas guru dalam penerapan media gambar seri dalam meningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B di TK YP Wonokitri?
  2. Bagaimana aktivitas siswa dalam penerapan media gambar seri dalam meningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B di TK YP Wonokitri?
  3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam pengembangan proses penerapan media gambar seri dalam meningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B di TK YP Wonokitri?
  4. Bagaimana ketuntasan hasil kemampuan bercerita murid setelah penerapan media gambar seri?

1.5.            TUJUAN PENELITAN
Penilitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang obyektif tentang :
1)      Deskripsi aktivitas guru dalam meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui penerapan media gambar seri pada murid kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya
2)      Deskripsi aktivitas siswa kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya, dalam meningkatkan kemampuan bercerita murid melalui penerapan media gambar seri.
3)      Deskripsi ketuntasan belajar siswa dalam dalam meningkatkan kemampuan bercerita murid melalui penerapan media gambar seri kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya.
4)      Deskripsi peningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya, dalam penerapan media gambar seri.

1.6.            MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah :
a)        Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui adanya peningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya setelah menerapkan pembelajaran menggunakan media gambar seri.
b)        Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif pilihan bagi guru Taman Kanak –Kanak dalam upaya meningkatkan kemapuan bercerita anak, dan sebagai acuan untuk pengembangan media pembelajaran di TK YP. Wonokitri Surabaya.

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI PAUD (PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA PADA ANAK KELOMPOK B TK. YP. WONOKITRI SURABAYA)

PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA  PADA ANAK
KELOMPOK B TK. YP. WONOKITRI SURABAYA



SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Anak Usia Dini


LOGO


Oleh :

YUDHA ENISA






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SURABAYA
2015













I.                   PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada dijalur pendidikan sekolah. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan, jasmani dan rohani anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Adapun yang memnjadi tujuan program kegiatan belajar anak taman kanak-kanak adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Masa anak-anak adalah masa bermain, oleh sebab itu kegiatan pendidikan di taman kanak-kanak diberikan melalui bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain.
Menurut Drs. Sudarna (2014 : 3), Howard Gerdner mengidentifikasikan kecerdasan menjadi tujuah macam yaitu Linguistik (berkaitan dengan bahasa), Logid-matematis, Spacial (Ruang dan Gambar), Musikal (musik, irama, dan bunyi/suara,), Interpersonal (antar pribadi, sosial), Intrapersonal (hal-hal yang sangat mempribadi). Kecerdasan Linguistik biasanya diungkapkan dalam bentuk kata-kata. Mereka yang memiliki kecerdasan ini gemar membaca dan menulis serta mampu mengolah kata secara tulisan maupun lisan.
Perkembangan tuntutan masyarakat dan diri anak sendiri untuk bisa menghadapi tantangan dunia modern maupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta tuntutan membuat anak cerdas terutama kemampuan berbahasa anak kelompok B (usia 5 – 6 tahun) anak siap memasuki jenjang sekolah dasar membuat para lembaga penyelenggara pendidikan di taman kanak – kanak berusaha untuk terus mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dan berorentasi pada anak.
            Anak yang cerdas adalah anak yang mampu mengungkapkan perasaannya, menyelesaikan masalahnya dengan cara berkomunikasi secara baik. Untuk merangsang kemahiran berbahasa anak, guru maupun orang tua perlu mendorong anaknya mengucapkan kata-kata secata benar. Guru juga bisa mendongeng dengan menggunakan buku bergambar. Pada lingkungan demikian, perbendaharaan kata-kata anak akan berkembang, anak akan mulai belajar menyatakan perasaan dan keinginannya melalui bahasa. Anak  berusaha menggunakan kata-kata sebagai alat berpikir.
Salah satu bentuk kecerdasan Linguistik adalah Keterampilan Bercerita. Nurgiyantoro (2001: 289) berpendapat bahwa bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Dengan bercerita, maka seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai macam perasaan sesuai dengan apa yang telah dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan keinginan membagikan pengalamannya. Dalam kenyataan pembelajaran bercerita, ketika guru menginstruksikan siswa untuk bercerita tidak ada satupun siswa yang secara sukarela dan berani tampil di depan kelas untuk bercerita. Mereka merasa malu, grogi, dan tidak percaya diri. Siswa justru saling tunjuk agar teman lainnya yang tampil untuk bercerita. Kedua, setelah guru menunjuk siswa lain untuk bercerita, terlihat masih banyak siswa yang tidak lancar dan mengalami kesulitan dalam bercerita. Katakata atau ucapan yang disampaikan terputus-putus dan tidak jelas. Ketiga, siswa yang tidak tampil terlihat tidak memperhatikan dan kurang berminat menyimak cerita temannya. Keempat, pada akhir kegiatan pembelajaran pada saat guru menanyakan kesulitan yang dirasakan siswa, jawaban siswa menunjukkan bahwa mereka masih banyak bingung.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa, guru dapat menerapkan beberapa media pembelajaran bercerita. Banyak media yang dapat digunakan oleh guru dalam upaya meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Salah satu media pembelajaran bahasa yang digunakan dalam penelitian ini terutama dalam keterampilan bercerita adalah media gambar berseri. Media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Sadiman (2011: 29) mengartikan media gambar sebagai bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dapat dinikmati dimana-mana. Media gambar berseri adalah alat komunikasi berupa gambar yang berurutan atau bersambungan dan berhubungan satu sama lainnya.
Kemampuan berbahasa anak pada kelompok B ( usia 5 – 6 tahun ) di TK YP. Wonokitri Surabaya belum sesuai dengan yang diharapkan yaitu merangkai kata menjadi kalimat, bercerita, dan perbendaharaan kosa kata.
Anak mengalami kesulitan dalam merangkai suku kata menjadi kata, merangkai kata menjadi kalimat, mengingat kosakata yang baru, bercerita dengan kalimat sederhana secara urut. Hal ini dimungkinkan karena kegiatan belajar mengajar di TK YP. Wonokitri Surabaya masih bersifat konvensional walaupun sudah banyak tersedia media pembelajaran inovatif sehingga anak merasa bosan dan tidak mudah berkonsentrasi. Untuk itu perlu strategi dalam mengolah media pembelajaran melalui model pembelajaran dengan aktivitas bahasa, dengan demikian diharapkan  anak dapat lebih mudah menerima materi pembelajaran dengan perasaan senang, tanpa paksaan dan tidak melanggar prinsip dari psikologi perkembangan anak.
Pada dasarnya anak usia 5 – 6 tahun lebih mudah mempelajari hal - hal yang barsifat konkret baru kemudian bersifat abstrak, karenanya penggunaan media pembelajaran dan keikutsertaan anak secara langsung dalam setiap kegiatan untuk pengembangan kemampuan berbahasanya sangat berperan penting. Dengan penggunaan media pembelajaran dan keikutsertaan atau keterlibatan anak dalam aktifitas untuk memahami bahasa baik secara konkret ( menulis ) maupun abstrak ( merangkai suku kata menjadi kata, merangkai kata menjadi kalimat ) menjadi stimulan yang dapat memudahkan anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya.
Dengan latar balakang masalah tersebut diatas maka peneliti melaksanakan penelitian dengan judul “Penerapan Media Gambar Seri Dalam Meningkatkan Kemampuan Bercerita  Pada Anak Kelompok B Tk. Yp. Wonokitri Surabaya”.

1.2.            Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan dan penelitian masalah yang teridentikasi yaitu :
  1. Guru kurang menyediakan fasilitas pembelajaran yang berupa alat peraga.
  2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.
  3. Siswa kurang respon terhadap pertanyaan guru.
  4. Kepercayaan diri murid masih kurang.

1.3.            Batasan Masalah
Untuk menghindari pengembangan masalah yang terlalu luas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi yang berkaitan dengan penerapan media gambar seri dalam meningkatkan kemampuan bercerita  pada anak kelompok B TK. YP. Wonokitri surabaya

1.4.            Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah ada peningkatan Kemampuan bercerita anak dalam penerapan media gambar seri.



Permasalahan yang akan diteliti adalah :
  1. Bagaimana aktivitas guru dalam penerapan media gambar seri dalam meningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B di TK YP Wonokitri?
  2. Bagaimana aktivitas siswa dalam penerapan media gambar seri dalam meningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B di TK YP Wonokitri?
  3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam pengembangan proses penerapan media gambar seri dalam meningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B di TK YP Wonokitri?
  4. Bagaimana ketuntasan hasil kemampuan bercerita murid setelah penerapan media gambar seri?

1.5.            TUJUAN PENELITAN
Penilitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang obyektif tentang :
1)      Deskripsi aktivitas guru dalam meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui penerapan media gambar seri pada murid kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya
2)      Deskripsi aktivitas siswa kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya, dalam meningkatkan kemampuan bercerita murid melalui penerapan media gambar seri.
3)      Deskripsi ketuntasan belajar siswa dalam dalam meningkatkan kemampuan bercerita murid melalui penerapan media gambar seri kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya.
4)      Deskripsi peningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya, dalam penerapan media gambar seri.

1.6.            MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah :
a)        Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui adanya peningkatan kemampuan bercerita pada murid kelompok B TK YP. Wonokitri Surabaya setelah menerapkan pembelajaran menggunakan media gambar seri.
b)        Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif pilihan bagi guru Taman Kanak –Kanak dalam upaya meningkatkan kemapuan bercerita anak, dan sebagai acuan untuk pengembangan media pembelajaran di TK YP. Wonokitri Surabaya.

identitas masalah melamun (psikologi pendidikan)

I.                   PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Anak usia dini adalah individu yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Usia dini merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini ini disebut sebagai usia emas (golden age). Hal ini tersebut dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini bergerak cepat dan merupakan dasar bagi perkembangan tahap selanjutnya (Depdiknas, USPN, 2004:4).
Usia keemasan bagi anak ditandai dengan munculnya masa peka terhadap sejumlah aspek, selain itu perkembangan ini anak ditandai dengan berbagai bentuk kreativitas dalam bermain yang muncul dari daya imajinasi anak. Periode ini merupakan masa yang penting bagi keberlangsungan perkembangan anak di masa datang. Berhasil atau gagalnya anak dalam menjalani periode tersebut akan menentukan proses selanjutnya. Jika anak berhasil maka anak akan diramalkan tidak akan mengalami hambatan yang berarti dalam dirinya kelak, namun bila gagal atau terlambat melewati masa-masa tersebut dikhawatirkan akan terjadi ketidakharmonisan didalam perkembangannya. Sebagai implikasinya, untuk membantu anak dalam mencapai keberhasilan perkembangannya maka perlu kiranya adanya suatu program stimulasi untuk mengembangkan potensi anak usia emas ini.
Pada masa usia dini, anak memiliki berbagai macam aspek perkembangan yang penting untuk dikembangkan saat proses belajar anak. Salah satu aspek yang ingin dibahas kali ini adalah aspek sosial-emosional anak yang berhubungan denan permasalahan anak yang akan penulis bahas pada makalah ini.
Peran dan tanggung jawab seorang pendidik bukan hanya sekedar menyampaikan materi didalam aktivitas belajar di kelas sesuai dengan kurikulum yang berlaku, namun pendidik mengembang tugas terhadap perkembangan peserta didik, baik perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tidak semua peserta didik mampu berkembang sesuai dengan fase perkembangannya dengan baik tanpa adanya masalah yang mampu mempengaruhi perkembangannya. Maka dari itulah dengan adanya kajian ini penulis berharap pendidik mampu berperan dengan baik dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Mencerdaskan anak bangsa dan mendidik serta membimbing anak bangsa kepada perilaku yang arif dan bijaksana.
Ada kasus pada lembaga sekolah penulis dimana terdapat seorang murid yang sulit untuk memusatkan perhatiannya saat proses belajar dikelas. Murid ini memiliki rentang fokus lebih singkat daripada teman-temannya yang lain. Ia lebih senang melamun dan memperhatikan teman atau sekitarnya. Jika ditegur atau dipanggil gurunya, murid ini cuma menatap gurunya seperti tatapan kosong. Bahkan saat guru menjelaskan, anak ini malah suka melamun dan terkadang menatap temannya dengan tatapan tajam dan mulut sedikit terbuka (jawa : ndomblong). Namun anak ini bisa diajak komunikasi, bermain bahkan bercanda oleh guru dan teman-temannya disaat istirahat, bahkan mengenal huruf-huruf dan angka.

1.2.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka terdapat rumusan masalah yaitu : “Bagaimana cara menangani anak yang sering melamun”.

1.3.            Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara menangani murid yang sering melamun.




II.                PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Melamun
Menurut  (http://id.wikipedia.org/wiki/Melamun), melamun  adalah kondisi sesaat terputusnya pikiran seseorang dengan lingkungan sekitarnya, dimana kontak seseorang menjadi kabur dan sebagian digantikan oleh kayalan visual, khususnya tentang hal-hal yang menyenangkan, harapan atau ambisi, dan dialami dalam kondisi terjaga.
Salah satu penyebab anak suka melamun adalah ketidakseimbangan otak. Hal ini seperti yang diungkap Paul Mclain dalam teorinya mengenai konsep otak dinamis (dynamic brain). Menurutnya, otak dapat menjadi tidak seimbang lantaran 2 hal, bisa penyebab fisik maupun psikologis:

* Faktor Fisik
Ketidakseimbangan otak terjadi karena secara metabolisme, organ tersebut memang sedang terganggu. Misal, karena asupan nutrisi anak memang tidak baik dan membuat kerja otaknya tak maksimal. Kekurangan cairan (kurang minum air putih) juga akan membuatnya kerap terlihat "bengong." Ini bisa dipahami mengingat 75% tubuh manusia terdiri dari cairan yang 25%-nya berada di otak.
Kelebihan suatu nutrisi (kebanyakan makanan yang mengandung gula) bisa juga membuat otak tidak seimbang. Jadi dapat dibayangkan, pada kondisi kekurangan atau kelebihan salah satu zat gizi saja, sudah dapat memengaruhi otak, apalagi pada kasus anak yang mengalami ketidakseimbangan gizi yang parah.
Faktor fisik lain yang dapat menjadi "biang keladi" ketidakseimbangan otak adalah kurangnya anak bergerak. Ia lebih sering menghabiskan waktu di depan teve, ketimbang berlari-larian di luar rumah, contoh. Padahal tubuh harus cukup bergerak dan digerakkan. Banyak diam akan membuat otak jadi tidak seimbang lantaran tidak terstimulasi dengan baik.
Aneka permainan outdoor dipercaya dapat merangsang gerak motorik supaya otak anak terstimulasi dengan baik. Demi mempererat hubungan orangtua dengan anak, aktivitas fisik yang disarankan dilakukan intens setiap hari ini akan sangat baik jika dilakukan bersama-sama sekeluarga.
* Faktor Psikologis
Dari sisi psikologis biasanya stres adalah penyebab utama ketidakseimbangan otak. Tekanan stres berbeda-beda, dari ringan, sedang, hingga berat. Sama halnya dengan daya tahan anak kala menghadapi stres yang berbeda-beda, ada yang lemah, ada pula yang tangguh.
Pemicu stres pada usia ini umumnya adalah rasa kesal atau takut setelah dimarahi, punya keinginan tidak terkabulkan, melihat pertengkaran orangtua, kerap ditinggal orangtua bekerja, dimusuhi teman, tuntutan sekolah atau orangtua yang memaksakan anak untuk berprestasi, dan lainnya. Tekanan-tekanan inilah yang kerap menjadi beban pikiran anak sehingga ia bisa termenung dan melamun di tengah aktivitas. (http://m.tribunnews.com/kesehatan/2012/12/11/anak-sering-melamun).

2.2.      Kategori Melamun
            Menurut Elizabeth Hurlock (1990 : 18), mengkategorikan melamun menjadi tiga kategori, yaitu :
1.                  Kategori Melamun Menjadi Pahlawan Penakluk.
Anak melihat dirinya seperti yang diinginkannya dalam kehidupan nyata, misalnya menjadi koboi, penari balet, ratu kecantikan atau juara atletik. Para pelamun selamanya merupakan tokoh utama dan semua tokoh lainnya mengaguminya
2.                  Melamun Menjadi Pahlawan Yang Menderita
Anak memandang dirinya sebagai korban yang disalpahami dan diperlakukan tidak baik oleh orang tua, guru, saudara kandung, teman sebaya, atau masyarakat umumnya. Akhirnya, pelamun menjadi pahlawan dan mereka yang pernah memperlakukannya dengan buruk menyesal dan berusaha semaksimal mungkin memberi kompensasi untuk melenyapkan penderitaan fisik dan mental yang ditimbulkan oleh perlakuan buruk mereka.
3.                  Melamun Menderita Penyakit Atau Gangguan Imajiner
Anak memandang dirinya sebagai penderita gangguan fisik yang mengahalanginya untuk melakukan apa hal-hal yang dilakukan anak lain seusianya. Jadi melamun menderita gangguan imajiner merupakan bentuk melamun sebagai pahlawan yang menderita. Bila lamunan ini sangat hidup, anak itu merasa yakin bahwa ia sakit atau menderita gangguan fisik, misalnya ketidakmampuan untuk lari atau menggunakan salah satu atau kedua belah tangan.

2.3.      Kriteria Tingkatan Melamun
Menurut Elizabeth Hurlock (1990 : 30), melamun merupakan salah satu bentuk kreativitas yang potensial paling berbahaya karena melamun mudah sekali menjadi cara untuk menghindar dari kenyataan yang tidak menyenangkan.. kebiasaan melamun untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan dan untuk memuaskan hati sangat membahayakan penyesuaian pribadi dan social. Namun, hal ini tidak berarti bahwa semua lamunan berbahaya. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa terlalu sedikit melamun hamper sama berbahaya bagi penyesuaian yang baik seperti melamun berlebihan.
Sebagai petunjuk praktis, terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah anak melamun secara berlebihan.
1.      Dengan mengamati perilaku dan sikap anak; jika mereka,bila mereka sendiri, biasanya menghabiskan waktu mereka dengan sendiri, biasanya menghabiskan waktu mereka dengan bermain sendiri, misalnya melakukan sesuatu yang konstruktif, ini tidak menunjukkan keterikatan pada melamun yang tidak sehat. Sebaliknya, jika anak terbiasa menghabiskan berjam-jam menyendiri, tanpa melakukan apapun, dengan pandangan kosong, dan sangat berbuat demikian, sudah dapat dipastikan bahwa melamun telah mencapai tingkat yang tidak sehat.
2.      Tentang tidak sehat atau tidaknya melamun itu – yaitu jenis lamunan yang mendominasi. Walaupun semua anak pada satu atau lain saat melamunkan segala macam lamunan, mereka yang terlalu terikat pada lamunan kategori pahlawan yang menderita atau bercacat imajiner akan saling terganggu secara psikologis. Anak akan lebih mempunyai penyesuaian social dan pribadi yang lebih baik, apabila lamunan membantu mereka memperoleh keyakinan dan kepercayaan diri. Hal ini tidak tercapai jika lamunan itu memperbesar perasaan bahwa mereka rendah diri dan tidak mampu, seperti yang terjadi jika lamunan mereka didominasi oleh kategori pahlawan yang menderita atau bercacat imajiner.

2.4.            Manfaat Dan Bahaya Melamun
Menurut Anomin (2014), manfaat memiliki manfaat bagi anak ,yaitu
1)        Pemenuhan sementara dari keinginan yang tidak bisa dicapai anak. Misalnya, ia dilarang main basket pada hari itu. Melalui melamun, ia seolah sedang bermain basket di lapangan.
2)        Sumber kesenangan anak, khususnya saat tidak bahagia dengan kehidupan nyata, Ya, melamun bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi stres, sebab biasanya segala sesuatunya benar-benar terlihat indah dan menyenangkan hati dalam lamunan.
3)        Memiliki ketertarikan dan menemukan keasyikan tersendiri yang tidak ditemukan di dunia nyata. Misalnya, ia membayangkan pergi ke Eropa bersama seluruh keluarga, serta melihat menara Eiffel, London Eye, Museum Van Gogh, dll.
4)        Media untuk pencurahan beban emosi (katarsis) bagi anak. Misalnya, si kecil yang takut tampil di depan banyak orang akan melamun berani tampil di depan mereka. Jadi, ia seolah melakukan ‘latihan’ sebelum benar-benar mempraktekkan nantinya.
5)         Merangsang kreativitas. Lewat lamunan, tidak jarang anak memperoleh ide-ide brilian. Misalnya, gambar, tulisan, dll. (http://www.parenting.co.id/article/usia.sekolah/anak.gemar.melamun.ada.manfaatnya/001/004/523).

Jika melamun memiliki manfaat, maka bahayanya melamun menurut Anonim (http://sitimukholifah52.blogspot.com/2014/02/pengertian-kesadaran-melamun-tidur-dan.html . 2014) adalah :
1)         Pikiran jadi monoton. Melamun itu sangat tidak disarankan bila sering dilakukan. Kita akan merasa hidup di dua dunia, dunia sekarang dan dunia masa lalu. Bila masa lalu kita pikirkan sekarang, tentu saja sudah tidak berlaku. Dunia berkembang sedemikian cepatnya dan tidak ada gunanya kalau kita selalu melihat ke belakang.
2)         Melamun bikin malas. Bila orang asyik dengan lamunannya, maka akan membuatnya malas. Pikiran tentang apa pun hanya sebatas dalam pikiran saja. Melamun itu membuat kita jadi malas berproses dan berusaha, terlalu banyak pertimbangan di pikiran sehingga hidup kita akan di situ-situ saja, tidak ada kemajuan. 
3)         Pikiran jadi picik, ini kalau yang dilamunkan hal-hal yang jorok. Tidak ada pikiran lain, cuma itu-itu saja di dalam pikiran. Akhirnya, jadi orang dengan kepribadian yang tidak berguna karena tidak ada sumbangsih yang baik untuk dirinya, apalagi buat orang lain.

2.5.            Solusi Mengurangi Melamun
Anak yang melamun belum tentu mempunyai masalah dalam perkembangan pribadi dan sosialnya. Akan tetapi, anak yang melamun secara berlebihan dan menjadi kebiasaan harus mendapat penanganan dan bimbingan. Seperti yang tersadur dalam http://intisari-online.com/mobile/read/ini-cara-untuk-menangani-anak-yang-gemar-melamun , berikut ini adalah beberapa langkah untuk menangani anak yang gemar melamun seperti ditulis di dalam buku “Jangan Biarkan Anak Kita Bereaksi Menarik Diri” karya Rini Utami Aziz.
  1. Mengajak bicara anak
  2. Lebih sering mengajak bicara anak dengan cerita-cerita ringan dan berdialog dengan anak. Akan lebih berhasil jika anak mau menceritakan lamunannya dan diskusikan lamunan anak tadi. Dasar melamun yang berlebihan adalah tidak terpuaskannya kebutuhan emosi anak dan kurangnya perhatian atau kesepian. Orangtua yang tidak dapat mengadakan hubungan emosi yang hangat dengan anak sehingga anak tidak mendapatkan bantuan emosional dapat juga mengakibatkan anak sering berfantasi.
3.      Ajak teman-temannya. Ikut sertakan teman-temannya untuk mengajak bermain atau berdiskusi dengannya.
4.      Dekatkan pada teman-temannya. Dekatkan anak dengan temannya, paling tidak satu teman khusus yang dapat mengajaknya bicara.
5.       Jangan memvonis. Jangan pernah secara langsung memvonis anak tentang lamunannya apalagi sampai menertawakannya.
6.      Beri anak kesibukan. Berikan kesibukan yang ia sukai. Jika anak suka menggambar atau mewarnai, ajaklah mereka untuk menggambar dan mewarnai. Kemudian ajaklah anak untuk bercerita tentang hasilnya.


  


III.             ANALISIS PERMASALAHAN

3.1.            Identitas Anak
Nama                           : Aulia Syahfitriah
Nama Panggilan          : Lia
Jenis Kelamin              : Perempuan
Tempat, tanggal lahir  : Surabaya, 6-Desember-2009
Agama                       : Islam
Tinggal bersama         : Orang tua/Wali
Posisi Anak                : Anak Pertama dari 2 bersaudara


3.2.            Kondisi Fisik dan Kesehatan
Berat Badan                : 21 Kg
Tinggi Badan              : 109 Cm
Kondisi fisik               : sehat
Kebiasaan Anak          :
Tidak bisa fokus saat proses belajar atau bermain, suka melamun memperhatikan teman dan lingkungan sekitarnya, saat masuk kelas selalu diam dan memperhatikan sekelilingnya dahulu. Namun anak ini bisa diajak berkomunikasi dan bermain dan bersosialisasi dengan temannya. Jika mengerjakan sesuatu tidak pernah sampai tuntas sukanya memperhatikan temannya tetapi Lia dapat mengenal huruf dan lambing bilangan. Lia juga bisa berinteraksi oleh gurunya bahkan terkesan manja.

3.3       Sintesis
Berdasarkan profil yang diatas dapat disimpulkan bahwa Lia berada dilingkungan keluarga yang memiliki kesibukan yang tinggi. Waktu bertemu dengan orang tuanya hanya saat sore/malam hari. Dan ketika kedua orangtunya sibuk bekerja Lia diasuh oleh kakek dan neneknya. Hal tersebut yang membuat intensitas kebersamaan Lia dan kedua orang tuanya sanggat singkat bahkan kurang. Selain itu Lia juga memiliki adik, sehingga kasih saying orang tuanya juga terbagi dengan adiknya. Jadi ketika disekolah Lia melampiaskan perasaan kurang kasih sayang yang dialaminya.

3.4.      Diagnosis
Dengan melihat hasil analisis dan profil anak bisa diambil kesimpulan penyebab utama perilaku buruk Lia adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, dan kakek neneknya. Dengan kedua orang tua yang sibuk bekerja sehingga waktu kebersamaan Lia dan kedua orang tuanya sangat berkurang, hal ini dapat menyebabkan Lia kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya. Telepati anatara ibu dan anak pun tidak terjalin dengan baik sehingga ibu Lia tidak begitu paham dengan apa yang diinginkan oleh anaknya. Pola asuh kedua orang tua Lia ini adalah pola asuh permisif.
Adanya pola asuh yang berbeda saat Lia berada dirumah kakeknya juga memberikan dampak negatif bagi pola tingkah laku Lia, ketika diasuh kakeknya, Lia tidak diperbolehkan untuk bermain diluar rumah bersama teman-teman sebayanya dikarenakan sang kakek dan neneknya tidak kuat menemaninya bermain selain itu khawatir jika Lia terpengaruh dengan perilaku anak-anak yang lain yang dianggapnya negatif. Pola asuh seperti ini termasuk dalam pola asuh Appeasers. Kesepian dan ketidak puasan Lia inilah yang memicu sikap hyperaktif di sekolahnya, ia ingin selalu mencari perhatian agar orang disekelilingnya dapat memperhatikannya lebih dari anak-anak yang lain.




3.5.            Pragnosis
Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengurangi sikap hyperaktif Lia adalah diawali dengan pendekatan yang dilakukan oleh orang tua Lia. Orang tua Lia diharapkan dapat lebih memperhatikan Lia  ketika dirumah dan memberi waktu untuk bersama Lia lebih lama. Menyamakan pola asuh antara orang tua dan pengasuh Rayyan dapat mengurangi kebiasaan melamunnya. Lalu langkah awal yang dapat dilakukan disekolah adalah dengan mendekati Lia dan berusaha membuatnya nyaman berada didekat lingkungan sekolahnya. Dengan demikian kita dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Lia.

3.6.            Treatment/Penanganan
Pada kasus yang dialami Lia, penulis mencoba memberikan treatmen/penanganan menggunakan terapi perilaku ini untuk mengurangi masalah Lia. Pada awalnya sanggat sulit untuk mendekati Lia, karena ketika masuk sekolah / kelas anaknya selalu suka melamun (bengong), hanya mamanya saja yang pertama kali bisa merayunya untuk bisa masuk kelas. Namun dengan mencoba berinteraksi dan mengikuti Lia bermain, sedikit-demi sedikit Lia bisa terbuka dan berinteraksi kepada penulis. Hal pertama yang penulis lakukan adalah memberikan Lia kasih sayang seperti yang ia butuhkan, semisal : mendampingi dan duduk dengannya (kebetulan penulis bukan pengajar dikelasnya, jadi bisa mendampingi) dan menghadapi Lia dengan kesabaran. Ada beberapa strategi yang dapat membantu menumbuhkan perilaku baik pada Lia jika dijalankan secara konsisten dan kesabaran tingkat tinggi :
1.    Puji perilaku baik Lia (bisa berupa pujian, pelukan, senyuman dll).
2.    Jangan merasa kesal atau marah jika Lia tidak dapat berinteraksi  (karena sebenarnya Lia cerewet jadi perlu pancingan untuk mengobrol) saat mendapati Lia tengah melamun karena itu bisa menambah buruk perilakunya.
3.    Gunakan perintah, petunjuk, penjelasan singkat (misalnya: tolong duduk, mewarnai, dll) dan bukan bertanya (misalnya: kenapa kamu tidak duduk, mewarnai ?, dll) dan secara spesifik (misalnya: kamu perlu duduk di kursi saat sedang belajar dikelas, mewarnai, dll).
4.    Gunakan hadiah sebagai bentuk kerja kerasnya (misalnya, arahkan Lia untuk melakukan pekerjaannya dengan terus mendampinginya, dan berikan arahan untuk menyelesaikan tugasnya dulu setelah itu ia boleh melakukan apa saja).
5.    Tetapkan aturan dasar, reward dan konsekuensi sebelum aktivitas (misalnya sebelum makan siang, arahkan Rayyan untuk mengikuti arahan guru dengan pelan dan nada suara yang lembut agar tidak terkesan memerintah,  jelaskan reward dan konsekuensinya dan terapkan keduanya dengan konsisten).
6.    Biasakan keteraturan dan kerapian (siapkan wadah berlabel untuk masing-masing barang, ajari Lia untuk meletakkan barang-barang sesuai labelnya dengan metode bermain).
7.      Mengurangi distraksi (belajar di meja yang rapi/ tidak penuh dengan barang lain, bersih dari mainan dan matikan TV/radio).
8.    Batasi pilihan (untuk mencegah kebingunan, batasi pilihan ke Rayyan menjadi dua saja, misalnya pilihan makanan, pakaian, hadiah dll.)
9.    Bantu anak menemukan bakatnya (setiap anak perlu mempunyai perasaan sukses untuk membangun harga diri dan pengembangan keahlian sosialnya, temukan dan dukung setiap pencapaian bakat Lia, baik itu olah raga, seni, informasi teknologi dll). Dalam hal ini Lia sangat senang menari, dan fashion (pentas dipanggung).

Dengan beberapa bimbingan konseling yang Penulis lakukan kepada Lia selama kurang dari 3 bulan. Mengajaknya ikut pentas di Panggung gembira TRS dan siaran di RRI, Alhamdulillah Lia sudah mulai berkurang melamunnya,  perkembangan sosial Lia juga tambah berkembang dengan baik. Namun ketika tidak ada penulis dan tidak ada yang mebimbingnya, Lia kembali seperti itu saat gurunya sibuk dengan aktivitas murid yang lain. Hal ini meberikan suatu fakta bahwa, bimbingan ini tidak bisa diterapkan oleh 1 orang saja namun juga semua orang yang berada disekeliling Lia juga harus turut berperan dalam proses penanganan Lia.



IV.             PENUTUP

4.1.            Kesimpulan
Melamun  adalah kondisi sesaat terputusnya pikiran seseorang dengan lingkungan sekitarnya, dimana kontak seseorang menjadi kabur dan sebagian digantikan oleh kayalan visual, khususnya tentang hal-hal yang menyenangkan, harapan atau ambisi, dan dialami dalam kondisi terjaga.
Salah satu penyebab anak suka melamun adalah ketidakseimbangan otak. Hal ini seperti yang diungkap Paul Mclain dalam teorinya mengenai konsep otak dinamis (dynamic brain). Menurutnya, otak dapat menjadi tidak seimbang lantaran 2 hal, bisa penyebab fisik maupun psikologis.
Ada tiga kategori melamun, yaitu Kategori Melamun Menjadi Pahlawan Penakluk, Melamun Menjadi Pahlawan Yang Menderita, dan Melamun Menderita Penyakit Atau Gangguan Imajiner. Sebagai petunjuk praktis, terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah anak melamun secara berlebihan, yaitu Dengan mengamati perilaku dan sikap anak saat bermain, bermain sendiri atau dengan teman-temannya, dan Tentang tidak sehat atau tidaknya melamun itu – yaitu jenis lamunan yang mendominasi.
Manfaat memiliki manfaat bagi anak ,yaitu Pemenuhan sementara dari keinginan yang tidak bisa dicapai anak, Sumber kesenangan anak, khususnya saat tidak bahagia dengan kehidupan nyata, Memiliki ketertarikan dan menemukan keasyikan tersendiri yang tidak ditemukan di dunia nyata, Media untuk pencurahan beban emosi (katarsis) bagi anak, Merangsang kreativitas.
Jika melamun memiliki manfaat, maka bahayanya melamun adalah Pikiran jadi monoton, Melamun bikin malas, Pikiran jadi picik, ini kalau yang dilamunkan hal-hal yang jorok.

4.2       Saran
Ø    Orang tua sebaiknya tidak hanya konsentrasi dalam pekerjaannya tapi juga tetap memperhatikan kesehatan dan permasalahan yang dihadapi oleh anak.
Ø    Orang tua sebaiknya lebih meningkatkan intensitas waktu berada didekat anak dari pada pekerjaan karena hal ini data mempererat hubungan keakraban dengan anak.
Ø    Pola asuh sebaiknya disamakan antara dirumah dan diluar rumah (sekolah) agar mengurangi tingkat stress dan perilaku buruk anak.
Ø    Mengembangkan bakat anak untuk mengalihkan perhatian melamunnya.
Ø    Orang tua dan guru bekerjasama apabila anak Lia mulai melamun segera ditegur dan diajak komunikasi