Kamis, 27 Juli 2017

Hakikat Gambar Seri

Pengertian Gambar Seri
Gambar seri merupakan serangkaian gambar yang terpisah antara satu dengan yang lain tetapi memiliki satu-kesatuan urutan cerita. Gambar seri akan sulit dipahami ketika berdiri sendiri-sendiri dan belum diurutkan. Gambar seri akan memiliki makna setelah diurutkan berdasarkan pola-pola tertentu atau sesuai dengan urutan sebuah cerita.
Kunaefi (2001:13) menjelaskan gambar seri merupakan salah satu bentuk media gambar yang memiliki suatu urutan waktu tertentu yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian dan dapat pula berbentuk suatu cerita tersusus. Media gambar seri sangat cocok digunakan untuk membentuk pikiran yang teratur.
Dalam kamus Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008:435) gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dsb) yang dibuat coretan pensil, dan sebagainya pada kertas, dan sebagainya. Sedangkan seri adalah rangkaian berturut-turut. Jadi gambar seri adalah rangkaian tiruan barang (orang, bianatang, tumbuhan, dsb) yang dibuat dengan coretan pensil dsb pada kertas, dan sebagainya yang berturut-turut.
Azhar Arsyad (2009:119) mengungkapkan gambar seri adalah gambar yang merupakan rangkaian kegiatan atau cerita yang disajikan secara berurutan. Siswa menggambar gambar seri secara berurutan sesuai dengan imajinasinya.
Noor, A. Y (dalam Tri Diana Rahmawati, 2007:35) mewakili bahwa gambar seri adalah sejumlah gambar dimana antara gambar yang satu dengan gambar yang lain saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Artinya, ketika menceritakan kejadian dalam gambar seri siswa harus memperhatikan urutan kejadian dalam gambar seri yang digambarnya.
Baugh (dalam Sulaiman 1998: 30) mengemukakan tentang perbandingan peranan tiap alat indera. Semua pengalaman belajar yang dimiliki seseorang dapat dipresentasikan yaitu: 90% diperoleh melalui indera lihat, 5% melalui indera dengar, dan 5% melalui indera lain. Pengalaman belajar manusia sebanyak 75% diperoleh melalui indera lihat, 15% melalui indera dengar dan selebihnya indera lain. Bertolak dari yang dikemukakan oleh para ahli di atas mengenai pengalaman belajar lebih banyak diperoleh melalui indera lihat, maka dalam proses belajar mengajar diupayakan penggunaan media visual sebagai alat bantu penyampaian materi pelajaran.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa menggambar gambar seri adalah kegiatan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialaminya baik mental maupun visual dalam bentuk garis dan warna untuk mengungkapkan ide, angan-angan, perasaan, pengalaman, imajinasi dan yang dilihatnya dengan menggunakan jenis peralatan menggambar tertentu yang digambar secara berurutan. Karena pada umunya semua pengalaman belajar yang dimiliki seseorang 90% diperoleh melalui indera lihat atau visual. Sedangkan kemampuan bercerita pada anak memiliki manfaat yang banyak salah satunya adalah untuk menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berpikir anak dimana manfaat tersebut adalah termasuk salah satu karakteristik anak. Sedangkan anak yang memiliki kemampuan berimajinasi akan dapat mengantarkan anak menjadi pemikir kreatif yang tentu saja amat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak di masa depan. Agar anak mampu menghadapi dan mencari solusi atas setiap permasalahan yang dihadapinya kelak.

Hakikat Menggambar

Definisi Menggambar
             Menggambar adalah proses membuat gambar dengan cara menggoreskan benda-benda tajam seperti pensil atau pena pada bidang datar misalnya permukaan papan tulis, kertas, atau dinding (Depdikbud, 2005: 15). Menurut Hajar Pamadhi (2008: 2.8) aktivitas menggambar merupakan kegiatan naluriah atau alami bagi anak, karena hampir setiap hari anak melakukan ini untuk bercerita dengan orang lain. Aktivitas menggambar adalah kegiatan manusia untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialaminya baik mental maupun visual dalam bentuk garis dan warna (Depdikbud, 2005: 47). Dikatakan pula bahwa menggambar adalah proses mengungkapkan ide, angan-angan, perasaan, pengalaman dan yang dilihatnya dengan menggunakan jenis peralatan menggambar tertentu.
             Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 250) menggambar adalah membuat gambar atau melukis. Dalam Tarja Sudjana, Irin Tambrin, Tity Soegiarty, dan Maman Tocharman (2001: 1), menggambar diartikan dengan membuat gambar. Mengandung makna bahwa menggambar merupakan membuat tiruan benda yang berupa orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya yang dibuat pada bidang datar dengan alat yang menghasilkan jejak yang jelas dijelaskan. Dalam kajian lain, seperti dikutip dalam Saiful Haq (2008: 1), menggambar dipandang sebagai kegiatan suatu penguraian penjelasan untuk suatu keperluan sehingga cukup hanya dinyatakan dengan goresan goresan dan coretan-coretan garis saja.
Menurut Soedarso (dalam Suwarna, 2007: 10) menggambar adalah suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengan garis warna. Dengan demikian menggambar merupakan bahasa visual dan merupakan salah satu media komunikasi yang diungkapkan melalui garis, bentuk, warna dan teksture. Dijelaskan pula dalam Suwarna (2007: 10) bahwa menggambar juga merupakan curahan isi jiwa seseorang yang bernuansa estetis, kreatif, harmonis, dan ekspresif, yang tidak terlepas dari sensitivitas, mengandung pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain yang melihatnya, dan hal ini dapat menimbulkan sesuatu.
Pembelajaran di TK aktivitas menggambar yang digunakan antara lain: jenis menggambar bebas, menggambar imajinatif, dan mewarnai gambar. Kegiatan atau aktivitas menggambar bagi anak adalah media berekspresi dan berkomunikasi yang dapat menciptakan suasana aktif, asyik, dan menyenangkan anak (Depdikbud, 2005: 47) dan hasil dari kegiatan tersebut disebut gambar. Melalui aktivitas menggambar anak dapat mencurahkan segala isi hatinya dalam bentuk gambar, sehingga apa yang ia inginkan, apa yang ia senangi, bahkan apa yang tidak disenangi dapat disalurkan dalam bentuk gambar (Suwarna, 2005: 21).
           Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas menggambar anak usia dini merupakan ungkapan hati untuk menyatakan keinginan, perasaan, pikiran dalam bentuk goresan atau gambar. Aktivitas menggambar dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan menggambar yang dilakukan melalui menggambar komik (cerita berseri) di atas kertas HVS.

 Tujuan Pengajaran Menggambar pada Anak 
        Pengajaran menggambar (bagian dari aspek seni ) bertujuan supaya anak mempunyai kemampuan dasar untuk mengekspresikan diri dengan menggunakan berbagai media (Depdiknas 2004:25). Adapun tujuan utama menggambar ialah: (1) Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk mengekspresikan diri; 
(2) Mengembangkan daya kreaktivitas; 
(3) Mengembangkan kemampuan berbahasa; 
(4) Mengembangkan citra diri anak, 

Manfaat Pengajaran Menggambar pada Anak 
              Manfaat menggambar untuk anak adalah : 
(1) Menggambar dalam bentuk apapun merupakan ekspresi dan bagian dari proses kreatif dan imajinatif mereka di masa kecil. Dengan menggambar, anak akan belajar mencipta atau berkreasi, menuangkan ide-idenya, serta memvisualisasikan dan merealisasikan imajinasinya dalam sebuah karya. 
(2) Membantu proses perkembangan aspek kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik mereka. Menggambar dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak, melatih daya ingat, kesabaran, ketelitian dan keuletan anak dalam menghasilkan sesuatu. Selain sebagai bentuk ekspresi, menggambar juga dapat membantu menyalurkan bentuk-bentuk emosi yang dirasakan anak melalui gambar. Menggambar juga melatih keterampilan dan kemampuan motorik halus anak. Seperti halnya menulis, menggambar dapat melatih gerak tangan untuk menghasilkan tulisan atau bentuk gambar yang lebih baik. 
(3) Mengasah bakat anak yang bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan dan skill mereka di masa depan. Semua anak mungkin suka menggambar dan bisa menggambar, tetapi anak yang berbakat menggambar bisa menghasilkan gambar yang lebih bagus. Karena itu, ketika anak mulai mencorat-coret media yang ditemukannya, simpanlah kata “jangan” dan gantilah dengan memberikan media menggambar yang tepat seperti kertas, buku gambar, atau karton. Biarkan mereka berekspresi, serta berikan pula apresiasi atas gambar yang mereka buat atau mereka warnai. Bakat bisa diminati jika terus dilatih, dibiasakan dan dikembangkan dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. 
(4) Menggambar sebagai sebuah stimulus untuk menumbuhkan minat belajar, sekaligus metode pembelajaran dan pendidikan berbasis kreativitas, dengan syarat anak dibiarkan mengekspresikan pikiran dan perasaannya lewat gambar tanpa selalu diberikan objek tiruan. Gambar yang berantakan khas coretan anak lebih mencerminkan naturalitas dan kreativitas dari pada kehalusan bentuk yang dihasilkan dari meniru objek yang ada.

Tahapan Menggambar 
          Menurut Lowenfeld (dalam Sumanto, 2006:30) Pada rentang usia 3 samapai 6 tahun, anak masuk dalam 2 tahapan tingkat menggambar yaitu: 
(1) Tahap Coreng Mencoreng 
      Dimulai dari usia 2 tahun dan berakhir di usia 4 tahun. Tahap ini terbagi menjadi tahap tak beraturan, tahap corengan terkendali dan tahap corengan bernama. Pada masa ini anak belum menggambar untuk mengutarakan suatu maksud. Anak hanya ingin membuat sesuatu yang dikemukakannya melalui mencoreng. Setelah mencoreng anak akan merasa senang. Tahap ini merupakan masa permulaan bagi anak untuk menggambar yang sesungguhnya. Di akhir tahap ini anak mulai memberi nama pada corengannya, mulailah corengan tersebut bermakna sebagai ungkapan emosi anak. 
(2) Tahap Prabagan 
        Dimulai dari usia 4 tahun dan berakhir pada usia 7 tahun. Di tahap ini motorik anak sudah lebih berkembang. Ia bisa mengendalikan tangan dan menuangkan imajinasinya dengan lebih baik. Di tahap ini anak menggambar dengan penekanan pada bagian yang aktif dan sering melupakan beberapa bagian. Contoh, jika anak menggambar orang, maka penekanan dilakukan pada bagian kepala, tangan dan kaki. Sering kali kita melihat anak pada tahapan ini menggambar orang sebagai satu keutuhan lingkaran dengan mata, tangan dan kaki yang juga menempel pada lingkaran tersebut. 
Pada tahap ini anak lebih mengutamakan hubungan gambar dengan objek dari pada hubungan warna dengan objek. Kerap kali kita temukan gambar dengan warna yang tidak sesuai aslinya. Umpama, langit warna merah, jalan warna kuning, dan sebagainya. Objek gambar pun masih dari objek-objek yang ada di sekitarnya, seperti orangtua, binatang peliharaannya, dan lainnya. Maka dari itu, orangtua perlu mengenalkan berbagai hal dan objek-objek yang dapat dieksplorasi oleh anak untuk dituangkan dalam bentuk gambar. 
       Dapat disimpulkan disini dalam proses belajar menggambar yang mencakup berbagai tema sesuai dengan kurikulum TK bertujuan untuk memenuhi kepentingan perkembangan potensi anak. Tersirat didalamnya yaitu pembentukan fungsi jiwa anak dalam bentuk karya gambarnya.

       Sedangkan menurut Handayani (2004) mengemunkakan beberapa tahapan gambar, yaitu sebagai berikut:
a. Pada usia 2 tahun anak hanya dapat menggambar berupa coretan/scribble, gambaran yang dibuat anak bisa berupa garis vertikal ataupun zig-zag.
b. Pada usia 3 tahun, anak sudah bisa menggambar berbagai macam bentuk, misalnya saja bentuk segitiga, lingkaran, kotak, silang, dan lain-lain.
c. Pada usia 4-5 tahun, anak akan mulai merubah gambarannya dari gambar yang abstrak menjadi gambar yang hampir atau sudah menyerupai bentuk aslinya. Tahap ini disebut dengan tahap gambar atau pictorial stage.

      Tahapan menggambar lain dikemukakan oleh Victor Lowenfeld dalam Suratno (2005: 110-112) dibedakan menjadi beberapa tahap, yaitu (1) tahap scribble usia 2-4 tahun, (2) tahap praskematik (preschematic stage) usia 4-7 tahun, (3) tahap schematic usia 7-9 tahun. Dalam hal ini, anak usia dini hanya sampai pada tahap kedua.
          Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa annak mempunyai beberapa tahapan dalam menggambar, dimana dalam setiap tahapannya pasti akan dimulai dari coretan sederhana sampai ke coretan yang lebih kompleks. Pada anak usia 5 tahun, mereka sudah dapat menggambar menyerupai bentuk aslinya.

Macam-Macam Menggambar 
1) Menggambar Ekspresi 
     Menggambar ekspresi adalah usaha mengunggkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, ide/ gagasan, gejolak perasaan/emosi serta imajinasi dalam wujud dwimitra yang bernilai artistik dengan menggunakan garis dan warna. Unsur yang menonjol adalah garis. Seluruh kontur maupun isian warna berupa garis. ungkapan tersebut sangat pribadi, sehingga gambar yang dihasilkan menunjukan kreativitas maupun keterampilan sesuai dengan diri penggambar. 

2) Menggambar bentuk 
   Menggambar bentuk merupakan usaha mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, ide/gagasan, gejolak perasaan/ emosi serta imajinasi dalam wujud dwimatra yang bernilai artistik dengan menggunakan garis dan warna. Hasil gambarannya menunjukan kreativitas maupun keterampilan penggambar dalam menampilkan ketepatan bentuk maupun jenis benda yang digambar.

3) Menggambar ilustrasi 
      Ilustrasi berasal dari kata bahasa Belanda yaitu ilustratie, yang artinya hiasan dengan gambar/ pembuatan sesuatu yang jelas. Ilustrasi dapat dilihat pada karya cetak maupun dalam buku-buku, yang fungsinya menambah kejelasan pada buku bacaan atau menghiasi buku. Bermacam-macam gambar, seperti karikatur, gambar manusia, binatang, diagram, foto dan bagan yang terdapat dalam buku pelajaran biologi, sejarah, bahasa maupun dalam majalah atau buku cerita termasuk ilustrasi. 
Berdasarkan macam-macam menggambar diatas yang menjadi acuan peneliti adalah menggambar ekspresi karena dengan menggambar ekspresi ini sangat cocok untuk anak menuangkan ide/gagasanya sendiri dengan bebas

Karakteristik Perkembangan Menggambar
      Karakteristik pada perkembangan menggambar yang sesuai dengan anak usia dini adalah sebagai berikut:
1) Tahap scribble (goresan) sekitar usia 2-4 tahun
Pada tahap ini, anak belum mempunyai pola tertentu dalam menggambar, sehingga produk yang dihasilkan oleh anak tampak belum teratur, acak, dan tidak berpola. Pada usia ini, anak sudah mampu untuk menggambar ataupun menggaris walaupun bentuk yang dihasilkan masih seperti cakaran ayam.
Pada usia ini, anak belum mampu menggambar sesuai dengan keinginannya. Gambar yang dihasilkan oleh anak masih bersifat sangat acak dan tidak beraturan. Pada tahap ini hal yang menarik adalah dalam proses menyelangnyelingkan gambar ataupun garis dan seringnya menggunakan banyak kertas untuk membuat gambar ataupun garis cakar ayam tersebut. Setelah tahapan ini dilalui oleh anak, maka akan akan muncul tahapan selanjutnya, yaitu tahapan transisi menuju aktivitas motorik yang lebih terkendali.
Pada tahap transisi ini, anak sudah mampu membuat garis dan lingkaran mengikuti arah keinginan yang diharapkan, namun dia belum mampu menggambar objek yang diinginkan.

2) Tahap Praskematik sekitar usia 4-7 tahun
Pada tahap ini, untuk pertama kalinya anak mulai menggambar objek yang pernah dilihatnya baik itu benda maupun manusia. Namun pada dasarnya anak akan lebih senang menggambar objek manusia. Menurut Victor Lowenfeld dalam Bandi Sobandi anak cenderung menggambar objek berupa kepala-berkaki, yaitu sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Melalui pengalaman anak dalam menarik goresan-goresan garis mendatar, tegak, dan melingkar yang selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan-ungkapan yang dikaitkan dengan bentuk objek tertentu (file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/ 197206131999031-BANDI_SOBANDI/KARAKTERISTIK_LUKISAN_ANAK-ANAK(materi).pdf). Ciri dari tahap ini adalah anak telah dapat menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitar. Aspek warna belum ada hubungannya dengan objek, bisa saja anak menggambar orang denganwarna merah, biru, coklat, atau warna lain sesuai dengan keinginan anak. Selain itu, penempatan dan ukuran objek bersifat subjektif, didasarkan pada kepentingan anak sendiri. Misalnya jika objek yang akan digambar dianggap penting baginya, maka objek tersebut akan digambar lebih besar daripada objek yang lain. Ini dinamakan dengan “perspektif batin”. Selain itu, dalam hal ini anak juga belum menguasai penempatan objek dan penguasaan ruang (Victor Lowenfeld dalam Bandi Sobandi: 10).
          Berdasar pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan menggambar anak usia 5-6 tahun berada pada tahap praskematik, dimana pada tahap ini anak cenderung menggambar objek manusia kepala berkaki. Selain itu, ciri pada tahap ini yaitu: anak sudah dapat menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitar, belum memperhatikan aspek warna yang berhubungan dengan objek asli, serta penempatan objek masih bersifat subjektif.

 Gagasan Menggambar bagi Anak Usia Dini
           Gagasan menggambar yang dilakukan oleh anak usia dini menurut Hajar Pamadhi (2008: 2.38) ada beberapa hal, seperti: menggambar bentuk, menggambar tematis, dan menggambar non-tematis. Namun, dalam hal ini peneliti akan membahas mengenai menggambar bentuk dan menggambar tematis bagi anak usia dini.
a) Menggambar bentuk
Menggambar bentuk adalah kegiatan untuk mewujudkan kesan dari suatu benda yang dilihat atau diamati (Sumanto, 2006: 53). Lebih lanjut Sumanto (2006: 53) mengemukakan bahwa kegiatan menggambar bentuk bertujuan untuk menggambarkan wujud benda yang menduduki suatu tempat atau ruangan. Menggambar bentuk pada usia 5-6 tahun (tahap praskematik) dapat diwujudkan dengan menggambar menggunakan bentuk-bentuk geometri untuk memberikan kesan objek dunia sekitar (Victor Lowenfeld dalam Bandi Sobandi:10). Oleh karena itu, dalam hal ini aspek yang dinilai lebih kepada aspek kerapian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 729) yang dimaksud dengan rapi adalah baik, teratur, bersih, apik. Karena definisi rapi disini banyak persepsi, maka yang paling sesuai dengan kegiatan menggambar bentuk adalah rapi yang berarti teratur dan bersih.

b) Menggambar Tematis
Menggambar tematis maksudnya adalah menggambar dengan berbagai media berdasarkan tema-tema tertentu, tema ini adalah tema yang biasanya ditemui dalam kehidupan sehari-hari ataupun mengenai sesuatu hal yang dianggap aneh (Hajar Pamadhi, 2008: 2.42). Selain itu, Hajar Pamadhi (2007: 16) juga mengemukakan hal lain bahwa menggambar tematis adalah menggambar dengan tema yang sering dijumpai anak sehari-hari atau tema yang berupa: tema lingkungan sekitar, cerita masa lalu, cerita yang akan datang, menggambar isi buku, dan menggambar komik.
Kegiatan menggambar yang akan dilakukan dalam hal ini menggunakan tema-tema yang berada di TK. Sebab, penggunaan tema dalam pembelajaran di TK sangat penting dikarenakan sesuai dengan karakteristik perkembangan anak yang bersifat holistik (Djauhar Siddq dkk, 2006: 81). Tema yang digambar oleh anak pastilah sesuai dengan tahap perkembangannya. Karena pada tahap ini anak berada pada tahap pra-operasional kongret, maka gambar yang dihasilkan oleh anak adalah gambar realistis namun belum membentuk gambar yang proposional. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget dalam Paul Suparno (2001: 53) bahwa gambar yang dihasilkan oleh anak adalah gambar yang realistis meskipun belum proposional.
Jean Piaget dalam Paul Suparno (2001: 53) lebih lanjut menjelaskan bahwa realistis disini bukan seperti yang dipikirkan oleh orang dewasa. Namun lebih pada pemikiran anak, yaitu bukan realistis menurut perspektif yang sesungguhnya dari benda atau kejadian yang digambar. Misalnya, anak yang berusia 5 tahun diminta untuk menggambar rumah dan pohon yang ada di pengunungan. Anak itu pasti akan menggambarkan rumah dan pohon tegak lurus pada pinggir pengunungan. Karena dalam hal ini anak belum paham bagaimana menggambar perspektif yang benar. Pada saat menentukan tema, tema yang dipilih juga harus relevan dengan minat anak, dapat dikembangkan melalui kegiatan pengalaman langsung serta dimulai dengan lingkungan yang paling dekat dengan anak (Djauhar Siddq dkk, 2006: 81).

Hakikat Bercerita pada anak usia dini

Definisi Bercerita
            Bercerita merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh anak usia dini dalam mengungkapkan perasaan dan pengalamannya. Kemampuan bercerita melibatkan pikiran, imajinasi, kesiapan mental, keberanian, dan perkataan yang jelas agar mudah dipahami oleh orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 210), bercerita adalah menuturkan cerita. Bercerita adalah penyampaian rangkaian peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang maupun binatang.
Keterampilan bercerita memerlukan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan berpikir yang memadai. Dalam bercerita diperlukan penguasaan tata bahasa agar hubungan antar kata dan kalimat menjadi jelas. Penggunaan kata dan kalimat yang tepat dalam bercerita memudahkan pendengar memahami isi cerita. Isi cerita yang mudah dipahami menunjang tercapainya tujuan penyampaian  maksud antara seorang yang bercerita dengan pendengar.

Tujuan Bercerita
Tujuan umum bercerita adalah menyampaikan informasi atau berkomunikasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan informasi secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami segala makna yang disampaikan. Tarigan (2008: 17) mengungkapkan tiga tujuan umum dari kegiatan bercerita
sebagai berikut:
a. Memberitahukan dan melaporkan (to inform),
b. Menjamu dan menghibur (to entertain),
c. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).

Manfaat Bercerita
Kegiatan bercerita memiliki peranan yang penting untuk melatih komunikasi peserta didik. Melalui keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, dapat mengungkapkan perasaan sesuai dengan yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dapat mengungkapkan keinginan, dan membagikan pengalaman yang diperoleh pencerita. Sama seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (2008: 32), bahwa kegiatan bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Menurut Musfiroh (2005:95) manfaat bercerita sebagai berikut :
a.         Membantu pembentukan moral dan pribadi anak
b.         Menyalurkan imajinasi dan fantasi
c.         Memacu kemampuan verbal
d.         Merangsang minat menulis anak
e.         Membuka cakrawala pengetahuan anak
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, kegiatan bercerita bermanfaat untuk menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berpikir anak. Dalam pembelajaran di taman kanak-kanak, keterampilan bercerita diajarkan agar dapat membentuk generasi muda yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.
Dalam bercerita, anak tidak hanya melakukan komunikasi atau menyuarakan gagasan serta idenya saja, namun terdapat berbagai manfaat yang dapat diambil oleh anak sebagai proses menuju semakin matangnya perkembangan dirinya. Menurut Hendra (2012), manfaat yang dapat diambil dalam bercerita untuk anak yaitu: a) membangun kedekatan sosial-emosional dengan orang lain baik teman maupan orang dewasa, b) media penyampaian pesan, c) mengembangkan pola berpikir kritis dan imajinasi, d) menyalurkan dan mengembangkan emosi personal yang baik, e) membantu proses motorik halus peniruan perbuatan baik yang diperankan tokoh dalam cerita, f) memberikan dan memperkaya pengalaman batin, g) sarana hiburan dan menarik perhatian, h) menggugah minat baca, i) membangun watak mulia (Hendra, 2012).

Manfaat-manfaat bercerita yang disebutkan di atas merupakan manfaat yang saling terintegrasi dan mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak pada usia emasnya. Kegiatan bercerita yang dilakukan oleh anak tidak terlalu berbeda dengan bercerita orang dewasa, anak tidak dituntut untuk menuturkan susunan kata atau kalimat dengan sempurna sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anak hanya diajarkan untuk dapat berani dan bebas menyampaikan ide, gagasan, serta perasaan dengan cara mereka yang menyenangkan dan tidak menjadikannya suatu beban. Selain itu, keterampilan bercerita ini juga menjadikan anak mulai belajar tepat dalam menuturkan idenya, sehingga dapat menjadi kebiasaan yang baik dan dapat terus diaplikasikan anak hingga dewasa.

Hakikat Imajinasi Pada Anak Usia Dini

Definisi Imajinasi
            Pada masa anak usia dini, anak-anak tidak bisa lepas dari imajinasi. Imajinasi yang memberikan kejutan pada setiap permainannya yang penuh dengan ekspresi. Bahkan imajinasi juga merupakan suatu proses belajar yang penting bagi anak untuk mencapai keinginannya. Dalam dunia anak-anak, kemampuan berimajinasi sangatlah penting, karena dengan kemampuan berimajinasi anak memiliki kesempatan untuk menciptakan suatu objek. Dengan kemampuan imajinasi, anak dapat bebas memikirkan sesuatu tanpa dibatasi oleh aturan yang mungkin tidak sesuai dengan keinginannya dan cenderung membosankan bagi anak. Menurut Ajeng Yusriana (2012), Imajinasi adalah tolok ukur kecerdasan anak. Karena itu, mengembangkan imajinasi anak secara otomatis juga mengasah kecerdasan anak itu sendiri. Salah satu tugas guru anak usia dini adalah bagaimana ia mampu mengembangkan imajinasi anak
Pengertian imajinasi sendiri adalah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; khayalan (http://kbbi.web.id/imajinasi).

Ciri-ciri Anak Memiliki Imajinasi
Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai imajinasi yaitu:
1.         Mempunyai kemampuan bernalar yang bagus.
2.         Bisa belajar dengan cepat.
3.         Punya perbendaharaan kata yang luas.
4.         Punya kemampuan mengingat yang bagus.
5.         Bisa kosentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya.
6.         Punya rasa ingin tahu yang tinggi (Scribd.com.Ciri-ciri Anakberimajinasi)


Manfaat berimajinasi
Menurut Ajeng Yusriana (2012), bahwa imajinasi itu sangat penting bagi perkembangan anak. Bahkan, seorang guru nyaris tidak memanfaatkan waktunya untuk mengembangkan imajinasi anak terutama di dalam kelas. Karena itu, perlu diketahui apa saja manfaat imajinasi itu bagi perkembangan anak.
a.                  Memiliki kemampuan komunikasi dan bersosialisasi yang tinggi
Kemampuan berimajinasi erat kaitannya dengan berkomunikasi. Anak-anak yang terlatih imajinasinya, pasti lebih cerdas dan berani mengungkapkan segala sesuatu yang ia tangkap atau dilihat. Imajinasi memungkinkan dirinya merespons setiap sesuatu yang terjadi; otaknya aktif dan memiliki pandangan yang luas.
Didalam kelas, anak-anak yang imajinasinya kuat dan terlatih, pasti lebih cerdas dibanding yang lainnya. Komunikasinya lihai dan kritis. Dari kemampuan berkomunikasi itulah proses sosialisasi berlangsung. Ide-idenya mulai disosialisasikan kepada teman-temannya, bahkan tak jarang kepada orang tuanya sendiri. Ide-ide itu sendiri diabngun lewat sekian cerita yang didengar atau fakta-fakta yang didapatnya sendiri.
Dengan demikian, imajinasi yang terasah dengan baik memungkinkan anak-anak memiliki kecakapan komunikasi serta sosialisasi yang kuat. Seorang guru harus mampu merangsang imajinasi anak didiknya agar dua kemampuan itu bisa mereka capai.

  1. Cerdas menganalisa dan kreatif
Hal yang membedakan antara anak yang imajinasinya terasah dengan yang tidak salah satunya ialah dalam menganalisa. Ketika menyikapi fakta yang terjadi di sekelilingnya, anak yang memiliki kemampuan imajinasi pasti otaknya aktif menganalisa. Tidak mudah kagum dan percaya. Itulah ciri utamanya. Imajinasinya mengembara kemana-mana untuk kemudian mendapatkan pemahaman terhadap fakta yang baru saja dilihat.


  1. Wawasannya semakin luas
Imajinasi tidak sama dengan angan-angan. Imajinasi membuat anak semain bertambah luas wawasannya. Sebaliknya, angan-angan membuat anak tidak kreatif, pasif, dan tidak cerdas. Dengan demikian, imajinasi anak-anak yang terlatih sejak kecil pasti akan membuahkan hasil, yakni wawasannya bertambah luas.

  1. Semakin Percaya Diri
Mengasah imajinasi secara tidak langsung juga mmbuat rasa percaya diri bertambah. anak-anak yang tekun belajar dan aktif mengembangkan imajinasinya, maka kepercayaan dirinya semakin tumbuh dan ia semakin bersemangat untuk belajar dan belajar. Sedangkan anak-anak yang jarang mengasah imajinasinya, lambat laun pasti mengalami patah semangat, frustasi, dan ujung-ujungnya kurang percaya diri.
            Dengan demikian, imajinasi harus diposisikan sebagai instrumen penting dalam menopang belajar. Sebab, ia sangat positif dalam membangun kepercayaan diri.

  1. Imajinasi yang kuat bisa memunculkan bakat
Tidak semua anak mampu mengembangkan imajinasinya. Semua itu bergantung dari lingkungan di mana anak-anak itu tinggal. Jika di rumah, tentulah orang tua yang bertanggung jawab. Namun, saat berada di sekolah, maka gurulah yang memikul tanggung jawab itu. Terlepas dari siapapun yang bertanggung jawab itu. Terlepas dari siapa pun yang berperan terhadap pengembangan imajinasi anak, harus disadari bahwa imajinasi yang kuat bisa memnculkan bakat.
Lihatlah anak-anak yang memiliki imajinasi kuat dan mengembangkannya dengan baik, pasti bakatnya lebih menonjol dibanding yang lainnya. Dengan demikian, bakat itu juga bisa muncul jika memiliki imajinasi yang kuat.


Kemampuan anak berimajinasi akan mengantarkan anak menjadi pemikir kreatif yang tentu saja amat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak di masa depan. Agar anak mampu menghadapi dan mencari solusi atas setiap permasalahan yang dihadapinya kelak.

hakekat Taman Kanak-Kanak

Dalam https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.co.id (2016), pendidikan Taman Kanak-kanak yang sering disebut TK merupakan salah satu bentuk PAUD pendidikan anak usia dini yang memiliki peran penting untuk mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan TK merupakan jembatan antar lingkungan keluarga dengan masyarakat yang lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya.
Sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini, lembaga ini menyediakan program pendidikan dini, sekurang-kurangnya anak usia 4 tahun sampai memasuki jenjang pendidikan dasar. Istilah anak usia dini di Indonesia ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 14 menyatakan :
" Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut".

TK merupakan bentuk pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur pendidikan formal, sebagai mana dinyatakan dalam Undang-undang Sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 "Pendidikan aak usia dini pada jalur pendidikan formal benrbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat".
TK adalah jenjang pendidikan formal pertama yang memasuki anak usia 4-6 tahun, sampai memasuki pendidikan dasar. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1990, tentang pendidikan prasekolah BAB I pasal 1 disebutkan; "Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar (Depdikbud, Dirjen dikdasmen,1994: 4).