Minggu, 05 Juli 2015

PERAN METODE BERMAIN PERAN DALAM PENINGKATAN KARAKTER ANAK USIA DINI

PERAN METODE BERMAIN PERAN DALAM PENINGKATAN KARAKTER ANAK USIA DINI


  

I.                   PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Memiliki anak yang berkarakter baik adalah impian semua orangtua dan guru. Namun seiring perkembangan jaman, karakter yang dimiliki oleh anak jaman sekarang sungguh sangat menakutkan dan mencemaskan.  Anak yang berbicara kasar  dan berperilaku tidak sopan terhadap orang tua, teman dan masyarakat sekitarnya. Dalam situasi seperti itu, banyak orang tua yang merasa mereka tidak pernah mengajari anaknya bereperilaku seperti. Lalu pertanyaannya bagaimana anak bisa melakukan perilaku seperti itu? Jawabannya adalah karena sebuah kemajuan dan kebebasan teknologi. Tidak dapat dipungkiri teknologi didunia semakin lama semakin canggih. Globalisasi yang ada didunia ini sebagai sebuah fakta tidak bisa dipungkiri. Dengan semakin canggihnya teknologi dijaman ini, masyarakat dari segala aspek mampu mengunakannya begitu pula pada aspek usia.
Globalisasi sudah masuk keberbagai penjuru dunia, bahkan sampai kedaerah terpencil sekalipun. Teknologi telah mengusik pertahanan moral dan agama, sekuat apapun dipertahankan. Begitu banyak alat-alat teknologi yang dapat digunakan dan diminati oleh masyarakat, televisi, internet, koran, handphone, dll adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat, merusak budaya-budaya leluhur yang selama ini dipegang kuat-kuat. Televisi adalah merupakan teknologi yang paling mudah digunakan dan diminati oleh anak usia dini. Televisi menyediakan berbagai macam acara informasi bahkan juga acara hiburan bagi anak usia dini, semisal adalah film kartun dan film yang bergenre anak-anak.
Namun Tanpa disadari dan tanpa adanya bimbingan orang tua, terkadang isi dari film itu sendiri  tidak mendidik, bagaimana cara bicara dan berperilaku anak dengan teman, masyarakat bahkan  dengan orangtuapun terkadang tidak ada sopannya. Karakter anak sendiri pada umumnya adalah mencontoh apa yang dilihat dan didengar, semua kata, perilaku, sikap, keadaan, perasaan dan kebiasaan lingkungan disekitarnya akan ia amati, dicatat dalam pikirannya kemudian ditirunya. Program televisi yang menarik minat anak itulah terkadang berisi moral yang buruk dan dapat merusak karakter anak, dahulu yang dianggap tabu sekarang menjadi biasa-biasa saja. Dengan anggapan yang biasa itu dapat membentuk tindakan atau tingkah laku anak yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya sehingga dikatakan anak berkarakter jelek.. Akhirnya karakter anak bangsa berubah menjadi rapuh, prinsip-prinsip moral, dan budaya bangsa hilang dari karakteristik mereka.


Sementara itu, UU 20/ 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari latar balakang masalah tersebut diatas maka penulis berharap dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan orang tua, para pendidik bahkan semua masyarakat umum dapat mengetahui pentingnya melakukan permainan bermain peran untuk meningkatkan karakter anak.

1.2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut. Pemahaman tentang karakter anak usia dini, metode bermain peran; manfaat bermain peran bagi karakter anak dan mengetahui peran pendidikan jasmani dalam pembentukan karakter anak usia dini.

1.3.      Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka terdapat beberapa tujuan antara lain:
1.         Dapat mengetahui pengertian karakter anak usia dini.
2.         Dapat mengetahui pengertian metode bermain peran.
3.         Dapat mengetahui manfaat bermain peran bagi karakter anak.
4.         Dapat mengetahui peran pendidikan jasmani dalam pembentukan karakter anak usia dini.
.











II.                PEMBAHASAN

2.1.            Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak untuk membangkitkan kesadaran bangsa ini untuk membangun pondasi kebangsaan yang kokoh. Tersadur dalam http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/, terdapat pengertian pendidikan karakter menurut ahli, yaitu :
1.   Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2.     Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
3.   Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4.  Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab.



Agar pendidikan karakter dapat tercapai khususnya pada anak usia dini yang disebut sebagai golden age dikarenakan pada usia ini anak dengan mudahnya mampu menyerap dan menirukan semua yang dilihat, rasa dan didengarnya, maka Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Salah satu di antara metode pembelajaran yang sesuai untuk anak usia dini adalah dalam bentuk bermain yang mengandung unsur metode pembiasaan keteladanan yaitu metode bermain peran yang bisa dilakukan dengan sederhana dan tidak memerlukan biaya tinggi sehingga mudah digunakan dalam kondisi dan situasi apapun.

2.2.            Pengertian Metode Bermain Peran
Secara umum pengertian metode adalah salah satu prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian tersebut di dapat adanya unsur tujuan. Metode pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan guru dalam menyajikan suatu materi pebelajran atau permainan dengan memperhatikan keseluruhan situasi belajar dan bermain untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksudkan adalah agar guru memahami benar bagaimana murid belajar yang efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan harus sesuai dengan situasi dan kondisi murid, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.
Menurut Yuliani Nurani Sujiono, dkk (2008), bermain peran atau role playing adalah suatu kegiatan untuk memerankan sesuatu diluat perannya sendiri agar anak dapat memiliki pemahaman dan pandangan yang benar tentang sejarah di masa lampau, kemungkinan peristiwa di masa dating dan peristiwa hangat yang memiliki arti penting di masa kini atau situasi yang diciptakan suatu saat dan disetiap tempat. Seorang anak yang sedang bermain peran akan masuk ke dunia orang lain dengan jalan mengkreasi sikap dan tindakan orang yang diperankannya dengan maksud agar ia dapat memahami orang lain tersebut secara lebih baik.
Menurut Hamalik (2004: 214),  bahwa model role playing (bermain peran) adalah “model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas”. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Oleh karena itu, lebih lanjut Hamalik (2004: 214) mengemukakan bahwa “bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru”. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur (Syamsu, 2000).

Adapun Uno (2008: 25) menyatakan bahwa: Model pembelajaran bermain peran (role playing) adalah model yang pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, kedua bahwa bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskan, ketiga bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa model role playing adalahmodel bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramati-sasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas.

·                     Langkah-langkah pembelajaran
Menurut Suherman (2009: 7) bahwa langkah-lankah dari model pembelajaran role playing adalah:
1)    Guru menyiapkan skenario pembelajaran
2)    Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut
3)    Pembentukan kelompok murid
4)    Penyampaian kompetensi
5)    Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
6)    Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelakon.
7)    Presentasi hasil kelompok
8)    Bimbingan penyimpulan dan refleksi.

Prosedur bermain peran menurut Uno (2008: 26) terdiri atas sembilan langkah, yaitu:
1)                  Persiapan atau pemanasan
Guru berupaya memperkenalkan murid pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Hal ini bisa muncul dari imajinasi murid atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema atau masalah dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat murid berpikir tentang hal tersebut dan membuat mereka untuk berimajinasi.

2)         Memilih pemain (partisipan)
Murid dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain, guru dapat memilih murid yang sesuai untuk memainkannya (jika murid pasif atau diduga memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau murid sendiri yang mengusulkannya.

3)         Menata panggung (ruang kelas)
Guru mendiskusikan dengan murid di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan.

4)         Menyiapkan pengamat (observer)
Guru menunjuk murid sebagai pengamat, namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran.

5)         Memainkan peran
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan  banyak murid yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.

6)         Diskusi dan evaluasi
Guru bersama dengan murid mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul, mungkin ada murid yang meminta untuk berganti peran atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.

7)         Bermain peran ulang
Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik, murid dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.

8)         Diskusi dan evaluasi kedua
Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran yang melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang murid memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.

9)         Berbagi pengalaman dan diskusi
Murid diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya murid akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya murid menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi  Ayah dari murid tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, murid akan belajar tentang kehidupan.

2.3.            Manfaat Metode Bermain Peran
Manfaat yang dapat diambil dari model role playing adalah:
1.                  Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari
2.                  Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
3.                  Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000).

Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode bermain peran adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku pura-pura dari siswa yang terlihat dan/ atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. Dengan demikian metode bermain peran adalah metode yang melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran/ tokoh yang terlibat dalam proses sejarah
Pembelajaran akan lebih menyenangkan bila didukung oleh seorang guru yang aktif. Strategi pembelajaran yang digunakan guru yang aktif itu sangat bervariasi, dinamis, tidak monoton, senantiasa disesuaikan dengan materi pelajaran,situasi, kondisi, serta proses pembelajarannya. Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai model.
Role playing dalam penelitian ini pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku untuk mengembangkan konsep diri siswa menjadi positif dan meningkatkan stabilitas emosional siswa. Dengan dramatisasi, siswa berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu peranan tertentu. Melalui role playing, siswa diharapkan memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh pikiran dan minatnya dan juga perilakunya yang negatif menjadi positif, emosinya yang meledak-ledak menjadi halus dan tidak emosian, siswa yang tidak dapat berempati menjadi dapat bersikap empati, yang kurang bertanggung jawab menjadi bisa lebih bertanggung jawab, siswa yang kendali dirinya lemah dapat menjadi terkendali, siswa yang interpersonal skill nya rendah bisa menjadi bagus.
Dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan teknik bermain peran (role playing), konselor sangat memegang peranan penting dan dapat menentukan masalah, topik untuk siswa dapat membawakan situasi role playing yang disesuaikan dari hasil need assessment siswa sehingga dapat disusun skenario bermain peran (role playing), setelah itu baru dapat mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman yang dirasakan oleh siswa setelah melakukan bermain peran (role playing). Konselor harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga baik tokoh maupun penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Dalam memilih tokoh, konselor yang bijaksana akan memberikan pengarahan kepada siswa yang akan dipilih berdasarkan hasil need assessment yang sudah dilakukan sebelumnya. Dalam hal ini konselor menjelaskan kepada siswa bahwa siswa harus bersedia dan mau menyadari dan membuang rasa tidak percaya diri yang ada di dalam dirinya untuk mau tampil di depan umum dan menyadari bahwa dia memiliki kemampuan untuk berperan, dalam permainan peran ini dilakukannya tidak perlu kaku melainkan harus santai dan dapat menghayati peran yang dia terima sehingga tidak salah dalam memeragakan/mendramatisasikan di depan umum dan juga dalam bermain peran ini sistemnya spontan dan tidak menghafal naskah sebelumnya, selain itu juga pemeran bebas memperagakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut.

C.                Peran Metode Bermain Peran  Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini
Metode pembelajaran merupakan hal yang sangat penting di dalam proses belajar mengajar. Selama ini metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah metode pembelajaran konvensional. Metode pembelajaran ini lebih menonjolkan peran guru dibanding peran siswa. Selain itu metode pembelajaran konvensional cenderung berorientasi pada target penguasaan materi. Sehingga metode pembelajaran ini hanya berhasil dalam pengembangan “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah Metode Bermain Peran untuk meningkatan kualitas pendidikan yang optimal di sekolah
Penggunaan metode bermain peran bertujuan untuk membantu meningkatkan kemampuan bagi siswa dengan bermain peran secara sederhana. Permainan peran ini mulai dari pemeran maupun tokoh sesuai dengan usia anak dan permasalahannya. Dengan demikian siswa akan tertarik, senang, dan bersemangat karena dapat belajar sambil bermain.
Menurut Yuliani Nurani Sujiono, dkk (2008), tujuan kegiatan bermain peran di TK bisa bermacam-macam, misalnya saja guru ingin menyajikan informasi kepada anak, mengajarkan prinsip tertentu, mengubah sikap anak, mengembangkan keterampilan praktis sehubungan dengan tugas atau kewajiban anak sehari-hari, belajar menempatkan diri pada diri orang lain sehingga dapat memahami orang lain secara lebih baik, belajar tentang orang lain berpikir dan merasa (empati), mengubah perilaku menjadi lebih baik seperti bagaimana agar lebih menjadi spontan, menjadi pendengar yang lebih baik, menasihati anak secara tidak langsung, dan belajar bagaimana memimpin orang lain dan sebagaimananya.
Melalui metode bermain peran anak dapat mengembangkan pengetahuan sosal di mana anak dituntut untuk mempelajari dan memperagakan peran yang akan ia mainkan. Melalui metode ini anak harus dapat mempelajari peran dari tokoh tersebut.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur dan 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab.
Contoh kegiatan metode bermain peran yang dapat membentuk perilaku anak salah satunya adalah bermain Tamu dan Tuan rumah. Disini anak dibagi menjadi 2 kelompok ada yang berperan sebagai tuan rumah dan satunya lagi berperan sebagai tamu. Sebelum permainan dimulai guru memberikan penjelasan bagaimana cara menjadi tamu yang baik, dimulai dari memberi salam dan sampai pulangnya. yang sebagai tuan rumah juga diberi penjelasan bagaimana cara menerima tamu dengan baik, mulai membalas salam, membukakan pintu sampai membuatkan minuman untuk tamunya. Jika ada kesalahan disaat permainan dimulai pada murid-murid dalam perilakunya maka disini guru berperan untuk memperbaiki sikap yang salah menjadi benar hingga terbentuknya karakter yang baik pada anak-anak tersebut dengan baik. Didalam permainan itu ruangan disetting membentuk pola seperti rumah sungguhan.
Bukan hanya bermain peran tuan rumah dan tamu saja, tapi juga bisa bermain peran penjual dan pembeli, dokter dan pasien, dll. Secara tidak langsung setelah memainkan bermain peran tersebut, anak sudah mendapatkan ilmu dan perilaku yang baik tentang cara bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, bersikap yang baik dan sopan, bicara dengan tutur yang baik dan kreatif hingga sesuai dengan pendidikan karakter yang tengah berjalan disaat ini.






















III.       PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
Menurut uraian pengertian pendidikan karakter dari berbagai ahli maka pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur dan 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab.
Agar pendidikan karakter dapat tercapai khususnya pada anak usia dini yang disebut sebagai golden age dikarenakan pada usia ini anak dengan mudahnya mampu menyerap dan menirukan semua yang dilihat, rasa dan didengarnya, maka Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Salah satu di antara metode pembelajaran yang sesuai untuk anak usia dini adalah dalam bentuk bermain yang mengandung unsur metode pembiasaan keteladanan yaitu metode bermain peran yang bisa dilakukan dengan sederhana dan tidak memerlukan biaya tinggi sehingga mudah digunakan dalam kondisi dan situasi apapun.
Menurut Yuliani Nurani Sujiono, dkk (2008), tujuan kegiatan bermain peran di TK bisa bermacam-macam, misalnya saja guru ingin menyajikan informasi kepada anak, mengajarkan prinsip tertentu, mengubah sikap anak, mengembangkan keterampilan praktis sehubungan dengan tugas atau kewajiban anak sehari-hari, belajar menempatkan diri pada diri orang lain sehingga dapat memahami orang lain secara lebih baik, belajar tentang orang lain berpikir dan merasa (empati), mengubah perilaku menjadi lebih baik seperti bagaimana agar lebih menjadi spontan, menjadi pendengar yang lebih baik, menasihati anak secara tidak langsung, dan belajar bagaimana memimpin orang lain dan sebagaimananya.
Jika ditelaah dari fungsi bermain peran memiliki dampak positif terhadap pendidikan karakter, maka metode bermain peran  sangatlah penting digunakan oleh anak usia dini dalam pembentukan karakter anak yang berakhlak mulia. Bermain peran tidak hanya bisa didapatkan melalui pendidikan formal namun juga bisa didapatkan dari lingkungan sekitarnya khususnya didalam lingkungan keluarga.



3.2.      Saran
            Metode bermain perlu digunakan dalam pembelajaran kepada anak baik itu dalam pendidikan formal maupun non formal guna anak dalam pembentukan karakternya yang berguna bagi negara dan lingkungannya. Dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan anak bisa menjalankan kegiatan yang baik sesuai kaidah dan tidak terpengaruh kegiatan-kegiatan yang negatif, selain itu juga berguna bagi institusi dalam mengembangkan berbagai variasi metode pembelajaran agar didapatkan suasana menyenangkan dan tidak membosankan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan pada makalah ini dan penulis dengan senang hati dan akan menerima saran serta kritik demi kesempurnaan makalah ini. Atas segala saran dan bantuan, penulis sampaikan terima kasih


























1 komentar: